PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

Menperin Usulkan Pembebasan, Ini Ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 20 Oktober 2020 | 13.41 WIB
Menperin Usulkan Pembebasan, Ini Ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor

Ilustrasi. Warga mengantre membayar pajak kendaraan di mobil Samsat Keliling, Taman Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (28/9/2020). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/wsj.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian agar mendorong pemerintah daerah membebaskan beberapa pajak daerah atas mobil baru.

Pembebasan sementara diusulkan untuk pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak progresif pada kepemilikan mobil kedua dan seterusnya atas mobil baru. Di sisi lain, tarif pajak daerah atas mobil bekas diusulkan naik secara proporsional.

“Kami mengusulkan pembebasan sementara pajak-pajak kendaraan bermotor roda empat atau lebih produksi dalam negeri ... sampai dengan bulan Desember 2020,” demikian bunyi penggalan surat usulan insentif pembebasan pajak kendaraan bermotor tertanggal 2 September 2020 tersebut. Simak artikel Usulan Menperin: Pajak Mobil Baru Dihapus, Pajak Mobil Bekas Dinaikkan'. 

Usulan pembebasan pajak daerah atas mobil baru ini diharapkan dapat mengurangi harga kendaraan bermotor baru sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat. Sebenarnya, bagaimana ketentuan pemungutan PKB yang berlaku saat ini?

Ketentuan mengenai pemungutan PKB merujuk pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) serta peraturan daerah provinsi. Adapun wewenang pemungutan PKB berada di tangan pemerintah provinsi.

Hasil penerimaan PKB merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya ke kas daerah provinsi. Namun, sebagian hasil dari penerimaan PKB diperuntukkan bagi daerah kabupaten /kota di wilayah provinsi tempat pemungutan PKB.

Pembagian hasil penerimaan PKB ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi dengan perimbangan 70% menjadi bagian provinsi dan 30% diserahkan kepada kabupaten/kota. Pembagian hasil penerimaan ini dilakukan dengan memerhatikan aspek pemerataan dan potensi antardaerah serta dilakukan setelah dikurangi dengan biaya pemungutan sebesar 5%

Merujuk pada Pasal 6 UU PDRD, tarif PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi sebesar 2%. Sementara itu, untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif paling rendah 2% dan paling tinggi 10%.

Pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya dibedakan menjadi kendaraan roda kurang dari empat dan lebih dari empat. Misalnya, orang pribadi memiliki 1 kendaraan roda dua dan 1 kendaraan roda empat, masing-masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama.

Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. Tarif PKB tersebut selanjutnya ditetapkan dengan peraturan daerah. Besaran pokok PKB terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PKB dengan dasar pengenaan pajak (DPP) PKB.

Adapun yang menjadi DPP PKB untuk kendaraan yang beroperasi di atas jalan darat adalah hasil perkalian dari nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dengan bobot. NJKB ditentukan berdasarkan harga pasar umum (HPU) suatu kendaraan.

HPU adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber yang akurat, antara lain agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan asosiasi penjual kendaraan bermotor. NJKB ditetapkan berdasarkan HPU suatu kendaraan pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya.

Namun, apabila HPU suatu kendaraan bermotor tidak diketahui maka NJKB dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (7) UU PDRD. Faktor tersebut di antaranya harga kendaraan dengan merek yang sama atau harga kendaraan sejenis.

Sementara itu, yang dimaksud dengan bobot adalah koefisien yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan PKB. Bobot ini dihitung berdasarkan faktor tertentu diantaranya tekanan gandar, jenis bahan bakar, dan tahun pembuatan.

Adapun perhitungan DPP PKB, termasuk besaran NJKB dan bobot, dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan. Perhitungan DPP PKB dalam tabel tersebut ditinjau kembali setiap tahun.

Dengan demikian, besarnya DPP PKB dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan harga pasar kendaraan. Salah satu tabel tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.8/2020 yang memerinci DPP PKB untuk kendaraan dengan tahun pembuatan 2020.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat diketahui jika saat ini ketentuan tarif PKB tergantung pada ketetapan peraturan daerah. Namun, pengenaan tarif tidak membedakan apakah mobil tersebut merupakan mobil baru atau bekas tetapi lebih menekankan pada jumlah kepemilikan.

Kondisi mobil baru atau bekas lebih memengaruhi besaran DPP PKB hingga pada akhirnya dapat berpengaruh pada besaran PKB terutang. Sementara itu, tarif progresif PKB berlaku untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dan besaran tarifnya juga ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.