Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Media Briefing, Senin (12/10/2020). (tangkapan layar Youtube Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memberlakukan sistem territorial atas penghasilan warga negara asing (WNA) dengan keahlian khusus yang berstatus subjek pajak dalam negeri (SPDN). Kebijakan ini diberlakukan agar WNA berkeahlian khusus dapat berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kebijakan yang tertuang dalam klaster perpajakan UU Cipta Kerja ini bukan berarti pemerintah membebaskan WNA berkeahlian khusus dari pengenaan pajak penghasilan (PPh).
"Kita perlu berpikir bagaimana bisa membuat expert dari luar negeri untuk ikut mengembangkan ekonomi Indonesia. Untuk expert tertentu bukan WNI diberikan ketentuan khusus, tapi bukan berarti dia tidak dikenai pajak," ujar Suryo dalam Media Briefing, Senin (12/10/2020).
Melalui perubahan UU PPh pada UU Cipta Kerja, WNA dengan keahlian tertentu yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun ditetapkan sebagai SPDN. Namun, hanya penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dikenai PPh. Simak artikel ‘Rezim Pajak Penghasilan untuk Ekspatriat Berubah, Ini Kata Sri Mulyani’.
Perlakuan khusus atas WNA berkeahlian khusus ini hanya berlaku 4 tahun. Setelah 4 tahun, maka penghasilan WNA berkeahlian khusus tersebut baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia akan dikenai PPh di Indonesia.
"Selama 4 tahun pertama hanya penghasilan dari Indonesia yang dikenai pajak Indonesia. Lebih dari 4 tahun maka akan dikenai semua untuk menjalankan sistem worldwide income yang dianut oleh Indonesia," ujar Suryo.
Pada Pasal 4 ayat (1a) UU PPh dalam UU Cipta Kerja, terdapat pengecualian dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) mengenai penghasilan yang menjadi objek pajak terhadap WNA dengan keahlian tertentu yang telah menjadi SPDN.
Ketentuan Pasal 4 ayat (1a) tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian yang berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1a) akan diatur melalui peraturan menteri keuangan (PMK). (kaw)