Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut potensi kerugian dan biaya penanganan pandemi Covid-19 di seluruh dunia mencapai US$9 triliun hingga US$15 triliun dalam kurun waktu kurang dari enam bulan.
Sri Mulyani mengatakan dampak pandemi telah dirasakan secara merata di dunia, termasuk Indonesia. Menurutnya, kerugian tersebut salah satunya ditandai dengan melemahnya berbagai aktivitas ekonomi dunia.
"Ini setara 8 atau bahkan 15 kali ukuran ekonomi Indonesia, suatu dampak yang begitu dahsyat dalam waktu kurang enam bulan," katanya dalam sidang uji materi UU No. 2/2020 di Mahkamah Konstitusi secara virtual, Kamis (8/10/2020).
Sri Mulyani menjelaskan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia saat ini merosot tajam. Semula, ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 3,4% tahun ini., proyeksi itu dipangkas menjadi kontraksi -3 hingga -5%.
Ancaman pandemi juga menyebabkan kepanikan di sektor keuangan global. Pada periode Maret—Mei 2020, banyak arus modal keluar dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang mengalami arus modal keluar hingga lebih dari Rp140 triliun.
"Dan ini menyebabkan gejolak dan jatuhnya indeks harga saham, pasar surat berharga, dan pasar valuta asing," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan kepanikan global telah menjadi ancaman nyata bagi keselamatan dan kesejahteraan manusia. Misal, jumlah pengangguran dan kemiskinan di semua negara meningkat tajam.
Tak hanya itu, kebangkrutan dunia usaha juga terjadi hampir di semua sektor usaha, mulai dari sektor transportasi hingga perhotelan, restoran, manufaktur, perdagangan, hingga sektor konstruksi.
Di sisi lain, masifnya penyebaran Covid-19 yang sangat kompleks membuat permasalahan menjadi makin rumit. Salah satunya terlihat dari merosotnya aktivitas ekspor dan impor, serta perdagangan antarnegara.
Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Perpu No. 1/2020 atau yang telah disahkan menjadi UU No. 2/2020 untuk menghindari terjadinya krisis ekonomi dan krisis sektor keuangan di Indonesia.
Beleid itu memberi legitimasi kepada pemerintah untuk melakukan langkah-langkah dalam menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan akibat pandemi.
"Apabila tidak dilakukan upaya penanggulangan secara cepat dan tepat atas perlambatan tersebut, secara pasti akan menjadi ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan," tutur Sri Mulyani. (rig)