Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Lukman Effendi. (Foto: Dik/DDTCNews/media briefing DJKN)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat piutang negara bruto pada 2019 mencapai Rp358,5 triliun. Catatan piutang itu juga tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Lukman Effendi mengatakan piutang tersebut terdiri atas piutang lancar dan piutang jangka panjang.
Menurutnya, piutang dalam kategori lancar merupakan tanggung jawab masing-masing kementerian/lembaga, sebelum upaya penagihan diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
"Dalam hal K/L tersebut sudah optimal melakukan pengelolaan, dan dia masuk dalam kategori macet, maka bisa diserahkan ke PUPN. Asalkan persyaratan itu terpenuhi," katanya melalui konferensi video, Jumat (2/10/2020).
Lukman memerinci piutang lancar bruto tercatat senilai Rp297,9 triliun, yang terdiri atas penyisihan piutang tidak tertagih Rp187,2 triliun dan jumlah bersihnya Rp110,6 triliun. Piutang lancar ini kebanyakan piutang bukan pajak senilai Rp166m2 triliun, diikuti piutang perpajakan Rp94,69 triliun.
Sementara piutang jangka panjang nilai brutonya Rp60,5 triliun, yang terdiri atas penyisihan piutang tidak tertarik Rp3,6 triliun dan jumlah bersihnya Rp56,8 triliun. Nilai terbesar berasal dari piutang jangka panjang pemberian pinjaman yang mencapai Rp57,4 triliun.
Lukman mengatakan pemerintah terus mengupayakan penagihan terhadap piutang tersebut. Penagihan itu utamanya pada piutang lancar yang dilakukan K/L.
Pasalnya pada piutang jangka panjang, penagihannya bisa lebih dari 12 bulan. Khusus piutang perpajakan, kini mengacu pada UU Perpajakan, bukan lagi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Pada piutang yang terlanjur macet, penagihannya akan dilakukan PUPN, yang merupakan panitia interdepartemental dari Kemenkeu, Polri, Kejaksaan, dan pemda.
"Intinya, pengelolaan piutang itu yang sangat dominan ada pada K/L, karena kalau sudah di PUPN itu sudah upaya terakhir. Nantinya mereka dalam PUPN ini akan bersama melakukan penagihan," ujarnya.
Menurut Lukman, pengurusan piutang oleh PUPN berjalan secara lex specialis atau diatur dalam undang-undang tersendiri, yakni UU No. 49 Prp 1960. Hal itu untuk memastikan pengurusan piutang secara cepat dan efektif, sekaligus memberikan hasil yang pasti.
PUPN memiliki kewenangan khusus untuk menerbitkan keputusan, seperti keputusan hakim. Misalnya, untuk menyita dan melelang. PUPN juga bisa menerbitkan surat paksa kepada debitur agar melunasi piutangnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.