Petugas penyelenggara haji dan umrah menunjukkan dokumen permohonan pengembalian setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) di Kantor Kemenag Lhokseumawe, Aceh, Senin (13/7/2020). Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengapresiasi kebijakan pemerintah yang menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% atas biaya ibadah umrah. (ANTARA FOTO/Rahmad/wsj)
JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengapresiasi kebijakan pemerintah yang menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% atas biaya ibadah umrah.
Sekretaris Jenderal AMPHURI Firman M. Nur mengatakan kebijakan tersebut akan menghilangkan kebingungan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang selama ini ada yang memungut PPN dan tidak.
Meski demikian, dia menilai penghapusan PPN tersebut tidak akan signifikan berdampak pada penurunan biaya umrah yang dibayarkan jemaah. "Kalau signifikan sih tidak begitu. Tapi ini cukup menggembirakan karena ada kepastian hukum," katanya kepada DDTCNews, Rabu (29/7/2020).
Firman mengatakan kebingungan para pelaku usaha bermula dari ketentuan pada Pasal 4A ayat (3) UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Beleid tersebut mengatur pengecualian atas pengenaan PPN, yang salah satunya adalah kelompok jasa di bidang agama. Mengacu pada ketentuan tersebut, beberapa PPIU memilih tidak memungut PPN dari jemaah, termasuk perusahaan Firman beberapa tahun lalu.
Namun ternyata Ditjen Pajak menagih PPN 1% atas setiap biaya perjalanan umrah yang dibayarkan jemaah. Saat itu, Firman sempat memutuskan menanggung PPN yang seharusnya dipungut dari jamaah, tetapi akhirnya memungutnya langsung dari setiap transaksi pembayaran umrah.
Sayangnya, masih ada PPIU lain tidak memungut PPN, dan ini menimbulkan kebingungan bagi jemaah. Namun kini, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan PMK No. 92/PMK.03/2020 yang mengatur jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN.
Kelompok jasa itu meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lain di bidang keagamaan.
Ketentuan itu diundangkan pada 23 Juli 2020, dan mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. "Dengan keluarnya PMK ini, berarti sudah clear ibadah umroh dan haji adalah kegiatan keagamaan yang tidak perlu dipungut PPN," ujar Firman.
Dengan penghapusan PPN 1% tersebut, sebetulnya para jamaah bisa mendapat potongan harga sekitar Rp200.000 karena tarif referensi perjalanan umrah saat ini adalah Rp20 juta. Meski demikian, Firman menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan biaya umrah sulit diturunkan.
Pertama, mengenai pemenuhan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus Corona. Pemenuhan protokol kesehatan itu membutuhkan biaya besar, misalnya untuk urusan akomodasi di hotel yang biasanya satu kamar diisi 4 orang ke depan pasti akan dikurangi.
Kedua, ada kenaikan tarif PPN sebesar 3 kali lipat dari 5% menjadi 15% di Arab Saudi, serta pengenaan pajak kota 5%. "Pasti akan ada kenaikan biaya. Kami akan evaluasi harga perjalanan umrah ini sebaik mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman antara jamaah dan PPIU," katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.