Managing Partner DDTC Darussalam saat menyampaikan keynote speech dalam webinar bertajuk “Refleksi dan Outlook Sektor Pajak Indonesia: Peluang dan Tantangan”. Webinar ini merupakan persembahan DDTC untuk memeriahkan Hari Pajak 2020.
JAKARTA, DDTCNews – Kepastian hukum dalam sistem pajak harus terus menjadi prioritas utama pemangku kebijakan, tidak terkecuali saat masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan Managing Partner DDTC Darussalam saat menyampaikan keynote speech dalam webinar bertajuk “Refleksi dan Outlook Sektor Pajak Indonesia: Peluang dan Tantangan”. Webinar ini merupakan persembahan DDTC untuk memeriahkan Hari Pajak 2020.
Darussalam mengatakan di tengah upaya perbaikan kinerja dalam kerangka reformasi pajak, tanpa diduga, muncul bencana pandemi Covid-19. Hal tersebut membuat beberapa agenda terkait dengan pajak disesuaikan, bahkan ditangguhkan.
Apalagi, pemerintah menggunakan instrumen pajak sebagai bagian dari upaya untuk menstimulus perekonomian. Hal ini terlihat dari adanya kelonggaran administrasi, relaksasi withholding tax, hingga pembebasan pajak atas barang dan jasa tertentu. Simak artikel ‘Bangkit Bersama Pajak untuk Indonesia Maju’.
Hadirnya pajak dalam melawan pandemi Covid-19 tersebut membuktikan pajak menjadi solusi penting terhadap kondisi yang extraordinary. Namun demikian, paradigma relaksasi tersebut sebaiknya tidak selalu dipakai untuk menstimulus ekonomi.
“Kalau boleh saya berpendapat, pascakrisis kita lalui bersama, paradigma relaksasi perlu diperhatikan lagi. Apakah itu yang dibutuhkan? Menurut saya, kepastian hukum yang jauh dibutuhkan kita semua,” ujar Darussalam, Kamis (16/7/2020).
Pemberian relaksasi atau insentif sebaiknya diberikan sementara karena memiliki dampak langsung pada penerimaan pajak. Lebih dari itu, kepastian hukum dalam sistem pajak menjadi aspek yang krusial untuk diwujudkan untuk keberlangsungan ekonomi jangka panjang.
Menurut OECD dan IMF, kepastian dapat terwujud selama terpenuhinya empat hal. Pertama, terdapat kebijakan yang partisipatif dan berkeadilan. Kedua, administrasi pajak yang berkepastian. Ketiga, upaya pencegahan dan penyelesaian sengketa pajak yang efisien dan efektif. Keempat, keselarasan dengan konsensus internasional.
Darussalam mengatakan perubahan paradigma perlu ditindaklanjuti dengan evaluasi berbagai tax expenditure. Evaluasi perlu dilakukan untuk melihat efektivitas, kesesuaiannya dengan lanskap ekonomi ke depan, serta untuk ‘mengerem’ laju pertumbuhan pemberian insentif.
Dalam kesempatan tersebut, Darussalam berharap diskusi dalam webinar bisa berlangsung dengan baik. Dengan demikian, diharapkan ada masukan kebijakan pajak yang secara teori dibutuhkan dan secara praktik mudah dilakukan.
“Selamat berdiskusi. Sekali lagi, saya mengucapkan selamat Hari Pajak. Mari bangkit bersama pajak dengan semangat kegotongroyongan,” tutur Darussalam.
Seperti diketahui, ada dua pembicara dalam webinar kali ini. Mereka adalah Research Coordinator DDTC Fiscal Research Denny Vissaro dan Senior Researcher DDTC Fiscal Research Dea Yustisia. (kaw)