Ilustrasi.Karyawan membersihkan logo baru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta ANTARA FOTO/Audy Alwi
JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2020, pemerintah memerinci ketentuan mengenai pemenuhan likuiditas yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melaksanakan penanganan atas bank.
Sesuai dengan UU No. 2/2020, LPS diberi kewenangan untuk melakukan penjualan ataupun repo surat berharga negara (SBN) kepada Bank Indonesia (BI), menerbitkan surat utang, dan menarik pinjaman dari pihak lain ataupun dari pemerintah.
"Dalam hal LPS diperkirakan akan mengalami kesulitan likuiditas dalam rangka penanganan bank gagal, LPS diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan [tersebut],” demikian bunyi penggalan pada bagian penjelasan beleid tersebut, dikutip pada Jumat (10/7/2020).
Likuditas LPS merupakan kemampuan sumber daya keuangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh LPS untuk penanganan bank. Tingkat likuiditas dan parameter kesulitan likuiditas LPS diatur dalam Peraturan Dewan Komisioner LPS yang penyusunannya dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.
Dalam hal pendanaan dipenuhi melalui repo kepada BI, repo yang dilakukan perlu berprinsip pada mekanisme pasar yang diatur pada nota kesepahaman antara LPS dengan BI. LPS dapat melakukan repo untuk mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan likuiditas dalam penanganan bank.
Jika pendanaan dipenuhi melalui penjualan SBN kepada BI, penjualan tersebut juga dilakukan berdasarkan mekanisme pasar dan diatur dengan nota kesepahaman atau perjanjian kerja sama. Namun, berbeda dengan repo, pendanaan dari penjualan SBN digunakan oleh LPS untuk penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik, untuk pemenuhan kebutuhan likuiditas LPS, serta untuk menanganani bank selain bank sistemik.
Bila pendanaan dipenuhi lewat penerbitan surat utang, LPS dapat menerbitkan surat utang di pasar domestik ataupun pasar internasional. Surat utang dapat diterbitkan baik melalui penawaran umum maupun penawaran terbatas dan dalam berbagai bentuk mulai dari obligasi, sukuk, dan instrumen lainnya.
Sebagaimana penerbitan surat utang, LPS juga dapat menarik pinjaman dari pihak lain baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Mengenai pinjaman LPS dari pemerintah, LPS baru bisa mengajukan permohonan bila mengalami kesulitan likuiditas dan kesulitan tersebut masih belum dapat ditangani setelah melakukan upaya repo dan penjualan ke BI, menerbitkan surat utang, dan pinjaman ke pihak lain.
Dalam mengajukan permohonan pinjaman kepada pemerintah, besaran pinjaman yang diajukan paling tinggi adalah sebesar kebutuhan dana yang diperlukan untuk menangani bank gagal. Nantinya, Menteri Keuangan menyetujui permohonan pinjaman dengan menetapkan suku bunga, jangka waktu pinjaman, dan grace period pengembalian pinjaman.
Menteri Keuangan dapat meminta jaminan pengembalian pinjaman. Sumber jaminan bisa berasal dari penerimaan premi dan hasil investasi, pengembalian biaya klaim penjaminan dari bank dalam likuidasi, hingga hasil penjualan penyertaan saham dan aset lain pada bank yang ditangani. (kaw)