Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan pemaparan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR. (tangkapan layar Youtube DPR)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan penggantian penggunaan acuan suku bunga dari surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan menjadi surat berharga negara (SBN) 10 tahun dalam asumsi makro tahun fiskal 2021.
Hal itu Sri Mulyani sampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (22/6/2020). Sri Mulyani mengatakan relevansi penggunaan suku bunga SPN 3 bulan dalam penghitungan APBN selama ini sangat kecil dibanding SBN bertenor 10 tahun.
"Dalam postur APBN, yang lebih menentukan adalah SBN yang punya tenor 10 tahun," katanya.
Sri Mulyani menyebut kebanyakan negara lain juga lebih banyak menggunakan instrumen SBN 10 tahun dalam asumsi makronya. Oleh karena itu, dia menilai proses komparasi dengan negara lain akan lebih mudah jika Indonesia ikut menggunakan SBN 10 tahun dalam asumsi makro pada 2021.
Dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2021 (KEM-PPKF 2021), pemerintah menuliskan SBN 10 tahun sebagai asumsi dasar ekonomi makro dengan tingkat suku bunga 6,67% hingga 9,56%. Namun, Sri Mulyani menilai angka itu harus diubah karena sudah tidak sesuai dengan situasi saat ini.
Sri Mulyani menjelaskan suku bunga SBN 10 tahun yang sebesar 6,67% hingga 9,56% itu memperhitungkan kondisi pasar keuangan pada bulan Maret dan April 2020. Pada periode itu, pandemi virus Corona telah menyebabkan kondisi pasar keuangan saat itu sangat volatile.
Kini, saat volatilitas pasar keuangan mereda, Sri Mulyani ingin mengoreksi suku bunga ABN 10 tahun tahun 2021 menjadi 6,29% hingga 8,29%. "Kami di dalam pembahasan hari ini mengusulkan pada Komisi xi range untuk KEM PPKF diturunkan. Kalau masih menggunakan SBN 10 tahun, suku bunganya 6,29% hingga 8,29%, lebih rendah untuk yang lower end dan upper end," ujarnya.
SBN bertenor 10 tahun akan diterbitkn pemerintah secara reguler sebagai seri benchmark dengan porsi mencapai 25% hingga 30%. Sebesar 4,99% di antaranya berasal dari outstanding domestik.
Dalam rapat kerja kali ini, Sri Mulyani juga menawarkan opsi mengubah SPN 3 bulan dengan SBN bertenor 5 tahun, yang dinilai lebih mencerminkan risiko pasar jangka pendek. Pada SBN 5 tahun, suku bunganya diproyeksi sebesar 5,88% hingga 7,88%.
Jika menggunakan SBN 5 tahun, pemerintah juga akan terbit secara reguler sebagai seri benchmark dengan porsi mencapai 25% hingga 30%. Sebesar 5,94% di antaranya berasal dari outstanding domestik.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga menjelaskan sejarah penggunaan SBN 5 tahun dan SBN 10 tahun sejak 2003 hingga 2020. Misalnya, pada krisis keuangan tahun 2008, terjadi lonjakan hingga mendekati 20% walaupun SBN diterbitkan dengan denominasi rupiah.
"Dengan terjadinya Covid, terjadi sedikit lonjakan tapi masih relatif cukup stabil, yakni 6 hingga 8% pada (SBN) 10 tahun," ujarnya. (kaw)