Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Direktur Jenderal Pajak merilis beleid yang memerinci tata cara bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ingin mengusulkan pencegahan.
Perincian tersebut tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-09/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencegahan dalam Rangka Penagihan Pajak. Beleid yang berlaku mulai 27 Februari 2020 ini ditujukan sebagai pedoman pelaksanaan pencegahan agar lebih efektif.
“Surat edaran ini bertujuan agar pelaksanaan pencegahan dilakukan secara sangat selektif dan hati-hati untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pelaksanaan penagihan pajak,” demikian bunyi bagian tujuan dalam beleid tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sesuai pasal 29 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), pencegahan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak paling sedikit Rp100 juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Namun, beleid ini menekankan pencegahan harus dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati. Untuk itu, beleid ini menjabarkan dua hal yang harus dilakukan KPP sebelum mengusulkan pencegahan pada DJP.
Pertama, memvalidasi utang pajak yang dilakukan dengan memastikan utang pajak tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), surat paksa telah diberitahukan kepada penanggung pajak, serta memastikan utang pajak tersebut belum daluwarsa.
Kedua, melakukan identifikasi dan profiling atas penanggung pajak. Hal ini dilakukan dengan mengacu pada data yang berkaitan dengan akta pendirian dan/atau akta perubahan wajib pajak badan, pelaporan SPT tahunan dan/atau SPT masa, serta pengajuan upaya hukum wajib pajak.
Selain itu, KPP juga harus membuktikan bahwa penanggung pajak yang diidentifikasi dan dibuatkan profiling memang merupakan pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus dimintai pertanggungjawaban atas pembayaran utang pajak. (kaw)