JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah mempertegas persyaratan dan tata cara penggantian aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang bisa mendapatkan fasilitas pajak penghasilan (tax allowance) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.010/2020.
PMK yang terbit pada 11 Februari 2020 ini merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu yang dirilis pada 13 November 2019.
PMK ini sekaligus mencabut PMK Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas PPh.
Insentif tax allowance ini terbagi menjadi empat, pertama, pengurangan penghasilan neto 30% yang dihitung menurut jumlah nilai investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah atas kegiatan usaha selama 6 tahun, dan dibebankan selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% per tahun.
Kedua, penyusutan dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh untuk penanaman modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi yang bervariasi sesuai dengan kelompok aktiva dan masa manfaatnya.
Ketiga, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan ke wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% atau tarif lebih rendah menurut tax treaty. Keempat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Untuk aktiva tetap berwujud termasuk tanah, aktiva itu harus diperoleh wajib pajak dalam keadaan baru kecuali merupakan relokasi, dan tercantum dalam izin prinsip, investasi, pendaftaran, atau izin usaha yang telah diterbitkan, dan dimiliki serta digunakan untuk kegiatan usaha utamanya.
“Nilai aktiva tetap berwujud yang menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a ditetapkan Direktur Jenderal Pajak,” ungkap PMK Nomor 11/PMK.010/2020 itu.
Aktiva yang meraih fasilitas PPh ini dilarang digunakan selain untuk tujuan fasilitas tadi, atau dialihkan. Kecuali, jika aktiva diganti dengan aktiva tetap berwujud yang baru sebelum berakhirnya waktu yang lebih lama antara 6 tahun sejak produksi komersial, atau sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva.
PMK itu juga memerinci apabila penggantian aktiva tetap berwujud terjadi sebelum mulai berproduksi komersial, maka nilai aktiva tetap berwujud yang dijadikan dasar penyusutan adalah nilai perolehan aktiva tetap berwujud yang baru. Metode penyusutan disesuiakan dengan ketentuan UU PPh.
Jika penggantian aktiva tetap berwujud terjadi setelah mulainya produksi komersial, maka nilai aktiva tetap berwujud yang menjadi dasar fasilitas pengurangan PPh sebesar 30% adalah nilai aktiva yang lebih rendah antara aktiva yang diganti dengan yang menggantikan.
Apabila nilai aktiva tetap berwujud pengganti lebih rendah dari nilai aktiva yang diganti, maka fasilitas pengurangan PPh 30% dapat dimanfaatkan sampai berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tersisa dengan menggunakan nilai aktiva tetap berwujud pengganti.
Namun, apabila nilai aktiva pengganti lebih tinggi dari nilai aktiva tetap berwujud yang digantikan, maka fasilitas pengurangan PPh sebesar 30% dapat dimanfaatkan sampai berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tersisa dengan nilai aktiva tetap berwujud yang diganti.
Adapun nilai aktiva tetap berwujud yang dijadikan dasar penyusutan adalah nilai perolehan aktiva tetap berwujud baru. Metode penyusutan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan penyusutan sebagaimana diatur dalam UU PPh.
Sebelum aktiva tetap berwujud diganti, WP wajib menyampaikan pernyataan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. Namun, atas aktiva tetap berwujud pengganti itu, fasilitas percepatan penyusutan aktiva tetap berwujud seperti yang tertuang dalam PMK No.11/2020 tidak dapat diberikan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.