TRANSPARANSI

Hampir 40.000 Korporasi Telah Lapor Soal Beneficial Owner

Redaksi DDTCNews
Senin, 06 Januari 2020 | 16.05 WIB
Hampir 40.000 Korporasi Telah Lapor Soal Beneficial Owner

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ada sekitar 38.626 korporasi yang telah melaporkan pemilik manfaat (beneficial owner/BO).

Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Daulat P Silitonga mengungkapkan transparansi BO sudah dimulai dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) No.13/2018. Regulasi ini berlaku sejak 1 Maret 2019.

Adapun regulasi turunan dari Perpres Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) ini adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 15/2019. Aturan turunan ini berlaku sejak 27 Juni 2019.

“Hingga 4 Desember 2019, data pelaporan pemilik manfaat sudah mencapai angka 32.756 untuk kategori perusahaan terbatas, 3.691 untuk yayasan, dan 2.179 untuk perkumpulan,” ungkap Daulat, seperti dikutip dari laman resmi PPATK, Senin (6/1/2020).

Korporasi yang telah mendapatkan atau masih dalam proses pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, dan perizinan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib mengikuti penerapan prinsip mengenali BO paling lambat satu tahun terhitung sejak Perpres No.13/2018 berlaku.

Adapun pihak yang dapat menyampaikan informasi BO dari korporasi meliputi pendiri atau pengurus korporasi, notaris, atau pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus korporasi untuk menyampaikan informasi BO dari korporasi.

Daulat mengatakan bentuk pengawasan meliputi penetapan regulasi atau pedoman, audit korporasi, dan kegiatan administratif lain. Pengawasan dijalankan dalam baik dalam bentuk on-site maupun off-site.

Pengawasan on-site dilakukan dalam bentuk verifikasi dokumen dan informasi, verifikasi informasi penetapan BO, laporan instansi berwenang dan instansi terkait, proses pemberian izin usaha dari instansi berwenang, pemanggilan dengan korporasi, serta penyusunan hasil pengawasan langsung.

“Sedangkan pengawasan off-site melalui pemeriksaan dokumen dan informasi, penilaian penerapan BO, dan keterangan hasil pengawasan tidak langsung,” imbuhnya.

Menteri Hukum dan HAM, sambungnya, dapat menjatuhkan tindakan kepada korporasi yang tidak menjalankan rekomendasi. Tindakan tersebut dapat berupa pemblokiran akses korporasi yang termuat dalam SABH AHU Online.

“Menteri juga dapat menyampaikan rekomendasi kepada instansi berwenang yang menerbitkan izin usaha, yang memuat penundaan, pencabutan, hingga pembatalan izin usaha korporasi,” kata Daulat. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.