Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.
JAKARTA, DDTCNews—Kemenkeu mendapat petisi dari warganet terkait dengan rencana kebijakan pemangkasan ambang batas pembebasan bea masuk barang kiriman. Otoritas fiskal angkat suara mengenai petisi yang dibuat setelah pengumuman rencana perubahan kebijakan itu.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan setiap warga negara diberikan hak untuk menyatakan pendapatan termasuk di dunia maya. Oleh karena itu, pihaknya mengapresiasi berbagai pandangan dan pemikiran tersebut.
“Semua pandangan kami apresiasi, tetapi saya perlu tegaskan tujuan kebijakan ini adalah membantu produsen dalam negeri,” katanya di Kantor Pusat DJBC, Jumat (27/12/2019).
Penegasan soal keberpihakan tersebut, menurut Heru, perlu dipahami secara komprehensif. Pasalnya, fasilitas de minimis sebesar US$75 banyak dimanfaatkan untuk tujuan bisnis. Dengan bebas pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor membuat persaingan usaha menjadi tidak adil.
Hal ini terlihat dari dokumen pemberitahuan impor atau consigment note (CN) yang nilai barangnya rata-rata senilai US$3,8. Dengan demikian produk yang masuk ke dalam negeri bebas pungutan perpajakan mendapatkan keuntungan bila diperjualbelikan secara komersial.
Oleh karena itu, penyesuaian kebijakan diperlukan untuk mengembalikan level of playing field bagi seluruh pelaku usaha. Kebijakan disebut Heru tidak lain untuk memastikan kesetaraan baik produsen lokal maupun importir barang dari luar negeri.
“Kita ingin menciptakan level playng field, dan kedua adalah menumbuhkan bisnis lokal jadi tuan rumah di pasar sendiri. Kita berharap masyarakat bisa mendukung saudara kita yang tumbuh dari produksi sendiri,” paparnya.
Seperti diketahui, Kemenkeu berencana melakukan revisi atas PMK No.112/2018. Nilai ambang batas impor barang kiriman akan dipangkas dari US$75 menjadi US$3 untuk setiap pemberitahuan atau consigment note (CN).
Kebijakan ini disebut sebagai respons kebijakan pemerintah untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri dari serbuan impor barang kiriman yang melonjak tinggi dalam 2 tahun terakhir. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.