JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Bimo Wijayanto memperpanjang masa aktif kode billing dari 7 hari menjadi 14 hari. Topik tersebut menjadi salah satu pembahasan utama media nasional pada hari ini, Kamis (18/12/2025).
Ditjen Pajak (DJP) mengumumkan perpanjangan masa aktif kode billing tersebut melalui Pengumuman No. PENG-4/PJ/2025 tentang Perpanjangan Masa Aktif Kode Billing untuk Mendukung Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Perpanjangan masa aktif tersebut berlaku untuk kode billing yang dibuat sejak 17 Desember 2025.
"…Perlu ditentukan kebijakan khusus berupa perpanjangan masa aktif kode billing menjadi selama 336 jam atau 14 x 24 jam sejak kode billing diterbitkan," bunyi salah satu poin PENG-4/PJ/2025.
Sebelumnya, berdasarkan PER-10/PJ/2024, kode billing berlaku selama 168 jam atau 7 x 24 jam sejak kode billing diterbitkan.
Namun, dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan, dimungkinkan terjadi keadaan kahar sehingga pelaksanaan pembayaran dan/atau penyetoran pajak dengan menggunakan kode billing tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Keadaan kahar yang dimaksud antara lain:
Keadaan kahar tersebut mengakibatkan masa aktif kode billing yang hanya selama 7 hari tidak memadai. Alhasil, kondisi tersebut memengaruhi keberhasilan pembayaran dan/atau penyetoran pajak.
Berdasarkan Pasal 8 PER-10/PJ/2024, dalam hal terjadi keadaan kahar, dirjen pajak berwenang menentukan kebijakan khusus yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Untuk itu, masa aktif kode billing pun kini diperpanjang menjadi 14 hari sejak kode billing diterbitkan. Perpanjangan masa aktif kode billing berlaku untuk kode billing yang dibuat sejak PENG-4/PJ/2025 diterbitkan, yaitu per 17 Desember 2025.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang pengajuan peninjauan kembali (PK) pajak yang kini diwajibkan untuk menyampaikan dokumen elektronik. Setelahnya, ada pembahasan soal upaya pemerintah menjaga defisit APBN tak melebar pada tahun ini.
DJP telah menambahkan fitur pembatalan kode billing di coretax mulai 1 Desember 2025. Fitur tersebut dimaksudkan agar wajib pajak bisa memperbaiki konsep SPT tanpa harus menunggu masa aktif kode billing berakhir.
Sebelumnya, wajib pajak harus menunggu kode billing kedaluwarsa agar dapat memperbaiki SPT yang terdapat kesalahan.
"Kabar baik untuk Kawan Pajak. Sekarang bisa memperbaiki konsep SPT tanpa harus menunggu masa aktif kode billing berakhir," jelas Tim Probis Pembayaran DJP. (DDTCNews)
Pemohon PK kini diwajibkan untuk menyampaikan dokumen fisik berkas PK dilampiri dengan dokumen berformat PDF atau .docx dalam CD atau flashdisk.
Kewajiban baru ini mulai berlaku sejak 15 Desember 2025 seiring dengan terbitnya Keputusan Panitera Mahkamah Agung (MA) Nomor 1467A/PAN/HK2.7/SK/XII/2025 tanggal 1 Desember 2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Upaya Hukum Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak yang Diajukan melalui e-Tax Court.
"Terkait kelengkapan dokumen atas permohonan peninjauan kembali (PK) dan penyampaian kontra memori peninjauan kembali (KMPK) tetap mengacu pada Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor 01/PP/2020 (KEP-01/PP/2020), dengan penyesuaian sebagai berikut," tulis Sekretariat Pengadilan Pajak dalam Pengumuman Nomor PENG-1/PAN/2025. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga November 2025 senilai Rp1.633,82 triliun atau 74,62% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.
Berdasarkan data yang diperoleh dari KPPN Sidikalang, realisasi pajak masih terkontraksi sebesar 3,25%. Namun secara bruto, penerimaan pajak ini mampu tumbuh 1,9%.
Data tersebut mencerminkan adanya tekanan pada kinerja penerimaan pajak seiring dengan dinamika perekonomian dan kebijakan fiskal pada 2025. (Kontan)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjamin defisit APBN 2025 tidak melebar walaupun penerimaan pajak masih kontraksi.
Purbaya menegaskan defisit APBN tetap dijaga di bawah 3% sebagaimana telah diatur dalam UU Keuangan Negara. Menurutnya, defisit bisa dijaga dengan cara mengelola anggaran secara efisien dan efektif dalam mendukung berbagai program tahun ini.
"Kami kendalikan di bawah 3%, jadi kita tidak akan melanggar undang-undang. Kami monitor terus hampir tiap hari di Kemenkeu. Strateginya [menjaga defisit] ya melakukan pengendalian dan pengelolaan [anggaran]," katanya. (DDTCNews, Kontan)
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan pembebasan PPN atas avtur, PNBP atas avtur, serta bea masuk atas suku cadang pesawat. Selain itu, Apindo juga meminta pembebasan PPN atas tiket pesawat domestik untuk mendorong kunjungan pariwisata.
Merespons usulan ini, Purbaya menyatakan bakal mengkaji kebijakan PPN yang dikenakan atas avtur dan tiket pesawat, serta bea masuk untuk suku cadang pesawat. Meski demikian, pemberian insentif pajak tersebut juga perlu dibahas bersama dengan kementerian teknis, seperti Kementerian Perhubungan.
"Sederhana tapi berat. Sebagian [kewenangan] kayaknya di saya, tapi sebenarnya bukan di saya karena itu 'kan sebagian kebijakan dari kementerian teknis di perhubungan. Kalau mereka setuju, saya ACC saja," ujarnya. (DDTCNews)
Kemenkeu siap menindaklanjuti pengaduan pelaku usaha terkait dengan insentif pajak, serta regulasi perpajakan yang disampaikan melalui kelompok kerja (pokja) debottlenecking.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pokja debottlenecking merupakan bagian dari Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP). Melalui pokja tersebut, Kemenkeu berperan menampung dan menyelesaikan pengaduan para pelaku usaha.
"Laporan yang masuk yang nanti lewat kanal ini akan ditindaklanjuti, kalau ada yang terkait dengan insentif perpajakan, aturan perpajakan akan jadi masukan kita dan kita diskusikan di dalam Satgas," katanya. (DDTCNews) (dik)
