JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana menghapus jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM sebesar 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi dan perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang. Topik tersebut menjadi salah satu pembahasan utama media nasional pada hari ini, Kamis (20/11/2025).
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan perubahan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria. Menurutnya, banyak wajib pajak yang selama ini berhak, tetapi tidak menggunakan PPh final UMKM karena telah melewati batas waktu tertentu.
"Nah, kami mengusulkan perubahan di Pasal 59 Bab X PP 55/2022, penghapusan jangka waktu tertentu bagi wajib pajak orang pribadi dan perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang atau PT orang pribadi," katanya.
Perlu diketahui, Pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 mengatur ada 3 jangka waktu tertentu pengenaan PPh final sebesar 0,5%. Pertama, pemanfaatan PPh final UMKM paling lama 7 tahun bagi wajib pajak orang pribadi.
Kedua, paling lama 4 tahun bagi wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang. Ketiga, paling lama 3 tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Perhitungan jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM tersebut dimulai sejak tahun pertama pemberlakuan PP 23/2018.
Lebih lanjut, Bimo menambahkan bahwa payung hukum yang merevisi perubahan dalam PP 55/2022 juga sedang dalam tahap finalisasi.
"Untuk prosesnya, dapat kami laporkan sudah dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum pada tanggal 22-24 Oktober 2025. Sekarang sudah di Sekjen Kementerian Keuangan untuk proses permohonan penetapan PP kepada Presiden," jelas Bimo.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang DPR yang menyoroti ketentuan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi dipercepat). Setelahnya, ada pembahasan soal Ditjen Pajak (DJP) yang merilis portal untuk validasi dan registrasi massal Nomor Induk Kependudukan (NIK) pegawai.
Bimo menyebut DJP memiliki berbagai program untuk mendukung pengembangan UMKM, salah satunya business development service (BDS). Program ini bertujuan membina dan mendampingi wajib pajak UMKM agar berkembang atau bahkan naik kelas.
"Kita memberikan pembekalan bagi UMKM, memberikan coaching clinic untuk pemenuhan kewajiban perpajakan UMKM," katanya.
Tidak hanya itu, dia menyampaikan DJP juga menyediakan alat bantu seperti mini kalkulator untuk memudahkan atau menyederhanakan perhitungan pajak. Dengan metode ini, pelaku UMKM akan lebih memahami cara menghitung pajaknya. (DDTCNews)
Anggota Komisi XI DPR Hillary Brigitta Lasut mengaku menerima banyak keluhan dari wajib pajak soal ketentuan restitusi dipercepat. Menurutnya, pengajuan restitusi dipercepat ternyata tidak semudah yang tertulis pada peraturan atau publikasi DJP.
"Bayangkan mereka kelebihan membayar pajak, tetapi untuk mendapatkan hak mereka kembali sepertinya sulit sekali. Prosedurnya berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan," katanya.
Merespons pernyataan Hillary, Bimo menjelaskan restitusi dipercepat telah diatur secara terperinci serta mengikat baik wajib pajak maupun fiskus. Menurutnya, DJP juga tidak akan menghambat hak wajib pajak untuk mendapatkan kembali kelebihan pajak yang telah dibayarkan. (DDTCNews)
DJP akhirnya merilis portal yang dapat digunakan untuk validasi dan registrasi massal NIK pegawai. Layanan itu diberikan melalui Portal NPWP versi 2.1 yang dapat diakses pada laman: https://portalnpwp.pajak.go.id.
Layanan tersebut dapat digunakan oleh wajib pajak badan pemberi kerja dan instansi pemerintah untuk melakukan validasi kesesuaian NIK, nama, nomor telepon, dan alamat email pegawai secara massal, sekaligus registrasi otomatis bagi data yang telah tervalidasi.
"DJP telah meluncurkan Layanan Validasi dan Registrasi Massal NIK Pegawai melalui Portal NPWP versi 2.1 sebagai bagian dari peningkatan kualitas data dan pemutakhiran identitas perpajakan dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax)," jelas DJP melalui laman resminya. (DDTCNews)
Bimo mengungkapkan rencananya memperketat syarat bagi mantan pegawai DJP untuk menjadi konsultan pajak.
Ketentuan mengenai persyaratan konsultan pajak telah diatur dalam PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022. Bimo berencana mensyaratkan mantan pegawai DJP menunggu 5 tahun jika ingin menjadi konsultan pajak, lebih panjang dari ketentuan saat ini selama 2 tahun.
"Ketika mereka mungkin ada 1-2 yang ingin resign, saya memberikan waktu tunggu 5 tahun grace period supaya mereka tidak bisa langsung bekerja sebagai kuasa pajak, konsultan, ataupun bekerja di bagian perpajakan di korporasi," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah menyatakan tidak akan terburu-buru menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan penundaan penerapan cukai MBDK antara lain mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, daya saing investasi, dan penyerapan tenaga kerja di industri terkait seperti makanan dan minuman. Menurutnya, pemerintah masih menunggu momentum yang tepat untuk mengimplementasikan cukai MBDK.
"Terkait MBDK, kami sangat berterima kasih untuk dukungan Komisi XI DPR. Kami sampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan prioritas bagi pemerintah untuk penciptaan lapangan pekerjaan," ujarnya. (DDTCNews, Kontan, Tempo) (dik)
