LAPORAN FOKUS

Beda Belanja Negara dan Belanja Perpajakan

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 26 September 2025 | 15.35 WIB
Beda Belanja Negara dan Belanja Perpajakan
<p>Ilustrasi.</p>

SEBAGAI sumber penerimaan utama pemerintah, sistem pajak didesain sedemikian rupa untuk mengoptimalkan pendapatannya. Optimalisasi perlu dilakukan guna memenuhi kebutuhan belanja negara dan pembangunan nasional.

Kendati demikian, kebijakan pajak sejatinya juga memiliki tujuan nonpenerimaan, seperti tujuan stabilisasi dan distribusi pendapatan. Hal ini mendorong munculnya kebijakan pajak tertentu yang berpotensi menyebabkan adanya penerimaan yang ‘hilang’.

Dengan kata lain, kebijakan pajak juga memiliki sisi ‘pengeluaran’ yang dapat direpresentasikan dengan istilah tax expenditure atau belanja perpajakan. Namun, perlu dipahami bahwa istilah ‘belanja’ dalam konteks belanja perpajakan berbeda dengan belanja negara. Lantas, apa beda belanja perpajakan dan belanja negara?

Definisi

Secara sederhana, belanja perpajakan adalah ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax). Seperti yang telah disebutkan, ketentuan khusus tersebut berpotensi membuat hilang atau berkurangnya penerimaan pajak yang seharusnya bisa diperoleh negara sehingga disebut ‘belanja perpajakan’.

Kata ‘belanja’ menyiratkan bahwa pada dasarnya terdapat aktivitas pengeluaran atau belanja pemerintah secara tidak langsung lewat ketentuan khusus. Misal, pemerintah memberikan perlakuan khusus atau insentif pajak tertentu untuk wajib pajak sehingga penerimaan pajak yang diperoleh berkurang dari yang seharusnya.

Namun demikian, tidak semua ketentuan khusus dikategorikan sebagai komponen belanja perpajakan. Penetapan komponen yang dianggap sebagai belanja perpajakan biasanya bergantung pada setidaknya 2 hal. Pertama, bagaimana definisi ketentuan pajak umum (benchmark) ditetapkan. Kedua, alasan ditetapkannya ketentuan khusus tersebut.

Pemerintah pun telah menguraikan komponen yang ditetapkan sebagai benchmark dan ketentuan khusus yang tidak dikategorikan sebagai belanja perpajakan untuk setiap jenis pajak dalam Laporan Belanja Perpajakan (tax expenditure report).

Sementara itu, belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara juga bisa diartikan sebagai semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan daerah.

Bentuk Belanja

Seperti yang telah disebutkan, belanja perpajakan terkait dengan adanya ketentuan khusus yang menyimpang dari ketentuan pajak secara umum. Umumnya, ketentuan khusus tersebut lekat dengan pemberian fasilitas pajak atau insentif pajak.

Cakupan jenis insentif pajak yang dikategorikan sebagai belanja perpajakan bervariasi pada setiap negara. Kendati demikian, secara umum, belanja perpajakan dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis. Pertama, keringanan pajak (allowance), yaitu jumlah yang dikurangkan dari benchmark untuk basis pajaknya.

Kedua, pengecualian (exemption), yaitu jumlah yang dikecualikan dari basis pajak. Ketiga, pengurangan tarif pajak (rate relief), yaitu pengurangan tarif pajak yang diterapkan kepada pembayar pajak atau transaksi perpajakan tertentu. Keempat, penangguhan atau penundaan (tax deferral), yaitu penundaan pembayaran pajak.

Kelima, kredit pajak (credits), yaitu jumlah yang dikurangkan dari utang pajak. Salah satu contoh belanja perpajakan di Indonesia adalah pemberian fasilitas PPN tidak dikenakan/dibebaskan untuk barang kebutuhan pokok.

Sementara itu, merujuk Pasal 11 ayat (5) UU Keuangan Negara, belanja negara bisa diperinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Perincian di antaranya membuat pengamat atau publik dapat mengetahui anggaran yang dialokasikan berdasarkan organisasi, fungsi, atau jenis belanja.

Perincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) terdiri atas: (i) belanja pegawai; (ii) belanja barang; (iii) belanja modal; (iv) bunga; (v) subsidi; (vi) hibah, (vii) bantuan sosial; (viii) dan belanja lain-lain. Contoh belanja negara adalah pembangunan gedung, jalan, dan irigasi.

Berdasarkan bentuknya, poin perbedaan dapat terlihat dari masyarakat yang bisa merasakan langsung manfaat dari belanja negara dalam bentuk fisik. Sementara itu, dalam belanja perpajakan, masyarakat tidak mendapatkan manfaat langsung secara fisik, melainkan dalam bentuk insentif atau fasilitas perpajakan.

Tata Kelola

Tidak terdapat peraturan khusus yang mengatur secara gamblang bagaimana tata kelola belanja perpajakan di Indonesia. Umumnya, belanja perpajakan menginduk pada peraturan perpajakan. Kendati demikian, Steward (2012) menguraikan manajemen belanja perpajakan yang baik harus mencakup hal-hal berikut:

  1. Definisi yang jelas dan memadai atas benchmark tax law dan belanja perpajakan;
  2. Identifikasi yang komprehensif atas seluruh jenis dan komponen belanja perpajakan;
  3. Metode pengukuran yang jelas terhadap belanja perpajakan;
  4. Upaya pelaporan yang mencakup seluruh belanja perpajakan;
  5. Informasi yang dilaporkan atas setiap belanja perpajakan haruslah mencakup: (a) keandalan perhitungan dan kualitas data yang digunakan; (b) sumber ketentuan belanja perpajakan yang berlaku (hukum pajak yang berlaku, praktik otoritas, ataupun tax treaty); (c) durasi berlakunya belanja perpajakan; (d) jenis belanja perpajakan (pengurangan, keringanan, insentif, dan sebagainya); (e) argumen kebijakan; (f) implikasinya terhadap distribusi pendapatan; (g) untuk belanja perpajakan yang nilainya besar atau utama, harus disertakan keterangan kapan terakhir kali dilakukan penilaian atas belanja perpajakan tersebut.

Sementara itu, tata kelola belanja negara dapat mengacu pada siklus APBN yang di antaranya diatur dalam Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menurut Prawoto (2015), siklus APBN terdiri atas 5 tahapan:

  1. Tahap perencanaan. Tahap perencanaan dimulai dari penyusunan arah dan kebijakan umum APBN, yang didasarkan pada rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), dan diakhiri pada saat rencana kerja pemerintah (RKP) disahkan;
  2. Tahap penganggaran. Tahap penganggaran dimulai sejak pagu sementara ditetapkan hingga pembahasan dengan DPR mengenai nota keuangan dan rancangan APBN (RAPBN);
  3. Tahap pengesahan anggaran. Tahap pengesahan APBN terdiri atas 2 kegiatan, yaitu pengesahan UU APBN dan penetapan peraturan presiden mengenai perincian APBN. Setelah RUU APBN disahkan menjadi UU APBN, setiap kementerian atau lembaga wajib mengusulkan draf daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan;
  4. Tahap pelaksanaan. Draf DIPA yang telah disahkan berfungsi sebagai pedoman untuk penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran pada setiap kementerian/lembaga;
  5. Tahap pertanggungjawaban. Tahap pertanggungjawaban terjadi pada saat pemerintah dan DPR membahas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) menjadi UU.

Berdasarkan uraian yang dijabarkan, belanja negara membutuhkan serangkaian administrasi mulai dari perencanaan, penganggaran, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Sementara itu, belanja perpajakan lebih diserahkan ke dalam sistem adminstrasi pajak.

Selain itu, belanja negara memerlukan pengajuan dari kementerian/lembaga dan verifikasi pemerintah. Sementara itu, belanja perpajakan tidak memerlukan pengajuan karena menginduk pada peraturan atau kebijakan pajak yang memberikan insentif.

Pertanggungjawaban atau Pelaporan

Salah satu poin agar belanja perpajakan dapat dikelola dengan baik adalah adanya pelaporan yang sistematis. Dalam konteks ini, pemerintah menerbitkan laporan belanja perpajakan (tax expenditure report).

Sementara itu, realisasi atau pertanggungjawaban atas belanja negara dapat ditelusuri melalui laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Hal ini berarti berbeda dengan belanja negara belanja perpajakan bersifat off budget. Artinya, nominal belanja perpajakan tidak diperhitungkan dalam komponen belanja negara sehingga tidak dapat ditelusuri dalam laporan anggaran.

Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan, berikut ringkasan perbedaan antara belanja perpajakan dan belanja negara:

Belanja Perpajakan

Belanja Negara

Definisi

Penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan atau berkurang akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system).

Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Bentuk

  • keringanan pajak (allowance);
  • pengecualian (exemption);
  • pengurangan tarif pajak (rate relief);
  • penangguhan atau penundaan (tax deferral);
  • kredit pajak (credits).

Menurut jenis belanja (sifat ekonomi) terdiri atas:

  • belanja pegawai;
  • belanja barang;
  • belanja modal;
  • bunga;
  • subsidi;
  • hibah;
  • bantuan sosial; dan
  • belanja lain-lain.

Tata Kelola

Menginduk pada peraturan perpajakan.

Ada serangkaian proses administrasi mulai dari perencanaan, penganggaran, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban.

Pelaporan

Tidak tercantum dalam laporan anggaran negara dan LKPP (off budget), tetapi, bisa dilihat melalui tax expenditure report.

Tercantum dalam laporan anggaran negara dan LKPP.

(dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.