JAKARTA, DDTCNews - Bank Indonesia (BI) mencatat kewajiban menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sebesar 100% selama setahun telah berefek pada tingkat konversi valuta asing (valas) ke rupiah.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan tingkat konversi valas ke rupiah DHE SDA yang masuk ke sistem keuangan mencapai 79,9% seiring dengan pemberlakuan PP 8/2025. Hal itu terjadi karena PP 8/2025 memberikan ruang bagi eksportir melakukan penukaran DHE SDA ke rupiah untuk menjalankan operasionalnya.
"Conversion rate-nya mereka sekarang sudah mencapai 79,9%. Jadi, hampir 80% dari ekspor yang mereka terima dikonversikan ke rupiah," katanya, dikutip pada Kamis (21/8/2025).
Destry mengatakan suplai valas meningkat seiring dengan besarnya kebutuhan rupiah oleh korporasi. Menurutnya, mayoritas perusahaan komoditas memang membutuhkan rupiah untuk menjalankan operasional di Indonesia.
Dia menilai prospek ekspor ke depan tetap positif meski terdapat kebijakan tarif resiprokal AS sebesar 19% atas produk Indonesia. Besaran tarif ini dianggap masih kompetitif dibandingkan negara lain.
Destry kemudian menjelaskan suplai valas juga terus meningkat, ditandai dengan transaksi harian di pasar domestik senilai US$9-US$10 miliar, mencakup transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), serta transaksi today dan tomorrow.
"Ini total transaksi di domestik," ujarnya.
Melalui PP 8/2025, pemerintah mengatur kewajiban eksportir menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun, dari sebelumnya paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan, mulai 1 Maret 2025.
Ketentuan penempatan DHE SDA 100% selama setahun berlaku untuk sektor pertambangan kecuali minyak dan gas bumi, perkebunan kehutanan, dan perikanan. Sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dalam PP 8/2025, sehingga penempatan DHE SDA-nya tetap mengacu pada PP 36/2023, paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan.
Pada PP 8/2025 juga mengatur penggunaan DHE SDA yang ditempatkan ke rekening khusus untuk 5 keperluan. Pertama, penukaran ke rupiah di bank yang sama untuk menjalankan operasional dan menjaga keberlangsungan usahanya.
Kedua, pembayaran dalam bentuk valuta asing atas kewajiban pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan kewajiban lainnya kepada pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Ketiga, pembayaran dividen dalam bentuk valuta asing.
Keempat, pembayaran untuk pengadaan barang dan jasa berupa bahan baku, bahan penolong atau barang modal, yang belum tersedia, tidak tersedia, tersedia tetapi hanya sebagian, tersedia tetapi spesifikasinya tidak memenuhi di dalam negeri, dalam bentuk valuta asing.
Kelima, pembayaran kembali atas pinjaman untuk pengadan barang modal dalam bentuk valuta asing.
Terhadap eksportir yang tidak patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri, bakal disanksi penangguhan layanan atau ekspor berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Blokir layanan kepabeanan ini dapat kembali dibuka apabila eksportir telah melaksanakan ketentuan SDE SDA.
Di sisi lain, PP 8/2025 tidak mengubah pasal yang mengatur fasilitas perpajakan bagi eksportir yang patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri. Pasal ini menyatakan penghasilan atas penempatan DHE SDA dapat diberikan tarif pajak yang lebih rendah, serta eksportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik.
Adapun dalam PP 22/2024, kemudian diatur pemberian insentif pajak apabila DHE SDA ditempatkan pada instrumen moneter/keuangan tertentu. Atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dalam valuta asing, dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan.
Setelahnya, tarif PPh final sebesar 2,5% dikenakan untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan; tarif PPh final sebesar 7,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; serta tarif PPh final sebesar 10% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
Sementara atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, dikenai PPh final yang lebih rendah. Tarif PPh final 0% berlaku untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan.
Kemudian, tarif PPh final sebesar 2,5% berlaku untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan. Adapun untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan, dikenakan tarif PPh final sebesar 5%. (dik)