Ilustrasi. Petugas PLN mengecek panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/12/2022). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menerbitkan Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia pada April 2025. Peta jalan ini disusun sebagai panduan untuk mempersiapkan dan mencetak tenaga kerja terampil dan kompeten di sektor hijau.
Tenaga kerja hijau merupakan tenaga kerja yang tanggung jawab pekerjaannya melibatkan penerapan keterampilan hijau sehingga berkontribusi pada tujuan keberlanjutan. Guna mempercepat permintaan pekerjaan hijau ini, pemerintah akan mendorong sinergi antara regulasi, insentif, dan investasi yang mendukung penciptaan lapangan kerja berkelanjutan, termasuk di dalamnya pemberian insentif pajak.
"Kerangka ini harus mencakup sistem insentif yang jelas bagi perusahaan yang menerapkan teknologi dan praktik hijau, termasuk insentif fiskal seperti pengurangan pajak dan subsidi," bunyi dokumen Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia, dikutip pada Senin (16/6/2025).
Bappenas dalam dokumen ini menyebut pekerjaan hijau kini telah menjadi isu global yang krusial, termasuk di Indonesia. Banyak negara berfokus untuk menciptakan pekerjaan yang ramah lingkungan dengan tetap memperhatikan aspek kualitas pekerjaan layak.
Pengembangan pekerjaan hijau pun menjadi alternatif solusi dalam menghadapi dampak perubahan iklim dari sisi ekonomi, sosial, serta lingkungan (triple planetary crisis).
Secara sektoral, tenaga kerja hijau diproyeksi terus mengalami peningkatan. Beberapa sektor dengan proporsi tenaga kerja hijau yang terus meningkat antara lain energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan kehutanan.
Meskipun demikian, sektor lain seperti pertanian dan manufaktur juga berpotensi menyerap lebih banyak tenaga kerja sebagai dampak penerapan ekonomi hijau.
Dalam peta jalan ini, tertulis 3 strategi utama untuk pengembangan tenaga kerja hijau di Indonesia. Pertama, membangun ekosistem yang mendukung pengembangan pekerjaan hijau.
Kedua, meningkatkan kesiapan SDM untuk masuk ke pasar kerja hijau. Ketiga, memperkuat peran asosiasi dan dunia usaha dalam mendukung pertumbuhan pekerjaan hijau.
Dalam membangun ekosistem yang mendukung pengembangan pekerjaan hijau, pemerintah salah satunya akan memperkuat kebijakan dan regulasi. Hal ini dilakukan melalui pembentukan payung hukum khusus yang mendorong pertumbuhan pekerjaan hijau, baik dalam bentuk undang-undang (UU) maupun peraturan pemerintah (PP).
Kerangka ini harus mencakup sistem insentif yang jelas bagi perusahaan yang menerapkan teknologi dan praktik hijau, termasuk insentif fiskal seperti pengurangan pajak dan subsidi. Sementara untuk insentif nonfiskal, bentuknya dapat berupa kemudahan perizinan dan akses pasar.
Di sisi lain, insentif pajak juga akan dioptimalkan dalam mendorong partisipasi dunia usaha dalam mendukung pertumbuhan pekerjaan hijau. Misal, dengan penguatan kemitraan industri-pendidikan yang menghubungkan pemerintah,
industri, dan dunia akademis.
Kemitraan ini mencakup pengembangan kurikulum bersama, program magang terstruktur, dan sharing teknologi. Perusahaan dapat berperan sebagai "teaching factories" yang menyediakan pengalaman praktis dengan teknologi hijau terkini.
"Program ini harus didukung dengan insentif fiskal bagi perusahaan yang berpartisipasi, seperti pengurangan pajak atau subsidi untuk biaya pelatihan," bunyi dokumen tersebut.
Pelaksanaan rencana peta jalan pengembangan tenaga kerja hijau akan dibagi dalam 4 tahapan waktu, yang selaras dengan RPJPN 2025-2045. Tahapan waktu tersebut meliputi penguatan fondasi (2025-2029), akselerasi nasional dan sektoral (2030-2034), ekspansi global (2035-2039), dan keberlanjutan tenaga kerja hijau melalui inovasi serta regulasi (2040-2045). (dik)