Pekerja merapikan rokok Sigaret Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai Indonesia lebih cocok menerapkan kebijakan mengenai tarif cukai hasil tembakau (CHT) secara tahun jamak atau multiyears, ketimbang menetapkan tarif baru setiap tahun.
Peneliti CISDI Gea Melinda mengatakan hasil riset menunjukkan penerapan kebijakan tarif CHT secara multiyears dapat mendatangkan berbagai keuntungan pada perekonomian. Menurutnya, penerapan kebijakan tarif CHT secara multiyears pada 2023-2024 juga tergolong berhasil.
"Kami merasa kebijakan cukai tembakau tahun jamak ini penting dan sangat relate untuk keadaan Indonesia saat ini," ujarnya dalam peluncuran Riset CISDI: Dampak Harga Rokok dan Faktor Sosial pada Remaja & Rokok Ilegal, Kamis (24/4/2025).
Gea menyampaikan pemerintah perlu melanjutkan penerapan kebijakan CHT secara multiyears karena itu memiliki 3 dampak positif. Pertama, implementasinya mendapatkan respons positif dari pemerintah lantaran mengurangi beban administrasi dan polemik yang sering terjadi setiap pengumuman kenaikan tarif CHT.
Kedua, memberikan kepastian harga dan penerimaan negara. Peningkatan harga produk tembakau yang dapat diprediksi justru membantu pemerintah untuk menargetkan penerimaan negara dan alokasi dana untuk penanggulangan dampak konsumsi tembakau.
Ketiga, membantu pemerintah mencapai target RPJMN 2025-2029, terutama mengenai penurunan prevalensi merokok di Indonesia.
Gea menambahkan penerapan kebijakan CHT dengan skema multiyears juga telah diterapkan di banyak negara seperti Australia, Selandia Baru, Filipina, Serbia, Ukraina, Albania, dan Makedonia Utara.
"Walau ada beberapa dampak positifnya, kami tidak memungkiri memang perancangan maupun implementasi kebijakan ini akan membawa beberapa tantangan," ujarnya.
Berdasarkan riset, ada 3 tantangan utama sebagian negara tidak mendukung kebijakan CHT secara multiyears. Sebab, kebijakan CHT erat berkaitan dengan kepentingan industri tembakau dalam lobi politik, serta munculnya oposisi yang menggunakan media agar publik menolak kebijakan CHT.
Kendati demikian, terdapat sejumlah strategi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tantangan tersebut. Di antaranya, menggunakan kebijakan CHT secara multiyears untuk mencapai target RPJMN 2025-2029, serta merevisi Pasal 5 ayat (4) UU 39/2007 tentang Cukai yang kontraproduktif.
Gea juga mengutarakan terdapat 3 butir rekomendasi bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan CHT di masa depan. Pertama, menaikkan harga rokok secara signifikan melalui kenaikan cukai secara berkala atau menggunakan skema multiyears.
Kedua, melakukan simplifikasi struktur tarif cukai guna mengurangi kesenjangan harga antar jenis rokok sehingga tidak ada lagi opsi rokok murah. Ketiga, mengimplementasikan PP 28/2024, terutama perluasan layanan upaya berhenti merokok dan penegakan kawasan tanpa rokok (KTR). (dik)
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews