Ilustrasi. Gedung Ditjen Bea dan Cukai.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2025Â senilai Rp147 triliun. Realisasi itu setara 48,74% dari target pada APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.
Penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2025 tumbuh 9,6% secara tahunan (year on year). Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan setoran kepabeanan dan cukai tiap bulannya cenderung fluktuatif, bahkan sempat melonjak ataupun anjlok.
"Untuk penerimaan bea cukai, tiap bulan masih ups and down, cukup volatile. Januari bisa tumbuh double digit, Februari turun jadi minus 7,8%, kemudian Maret tumbuh lagi 41,6%, lalu [April] minus 16% dan tumbuh lagi di 71%," ujarnya dalam rapat bersama Banggar DPR, Selasa (1/7/2025).
Selanjutnya, Sri Mulyani memperinci penerimaan kepabeanan dan cukai yang terdiri dari 3 komponen. Pertama, bea masuk terealisasi senilai Rp23,6 triliun pada Januari-Juni 2025. Setoran itu mengalami kontraksi sebesar 2,7%.
Kedua, bea keluar telah terkumpul senilai Rp14,6 triliun atau tumbuh sebesar 80,4%. Menkeu menjelaskan pertumbuhan setoran yang signifikan tersebut didorong oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO) dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.
"Bea keluar tumbuh tinggi 80,4%, terutama kami menerapkan bea keluar, baik karena CPO yang harganya mulai membaik dan konsentrat tembaga terutama untuk PT Freeport dan PT AMMAN, yang diperbolehkan mengekspor ketika smelter mengalami kebakaran," jelas Sri Mulyani.
Ketiga, penerimaan cukai terealisasi senilai Rp108,8 triliun atau tumbuh 6,9%. Dia berbangga penerimaan cukai ini mampu tumbuh positif, padahal pemerintah tidak mengerek tarif cukai rokok, tetapi hanya menaikkan harga jual eceran (HJE).
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan Kemenkeu telah menganalisis pola penerimaan kepabeanan dan cukai selama 4 tahun terakhir. Dia mengatakan setoran pada Januari-Juni 2025 relatif merata, tidak seperti 2 tahun terakhir yang cenderung tidak stabil.
Ada berbagai faktor yang memengaruhi penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut. Contoh, dinamika perekonomian global dan kenaikan cukai rokok di dalam negeri, terutama rokok golongan I.
"Ini PR [pekerjaan rumah] untuk dirjen bea cukai, banyak [konsumen] rokok sekarang turun menjadi golongan III yang cukainya paling rendah, dan muncul rokok ilegal karena menganggap cukainya cukup tinggi. Ini hal yang perlu diwaspadai DJBC, fenomena rokok ilegal dan downtrading," ujarnya. (dik)