Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) terus mengingatkan wajib pajak untuk selalu waspada terhadap berbagai modus penipuan mengatasnamakan otoritas yang terus berkembang dengan berbagai cara.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian Saefuddin pun mengimbau masyarakat untuk dapat bersikap ragu atau skeptis terkait dengan seluruh pesan persoalan pajak yang diterima.
“Ya mau ga mau, kita skeptis terlebih dahulu saja. Kemudian, adukan dahulu, bisa ke layanan Kring Pajak 1500200. Benar tidak sih informasi yang saya dapatkan,” katanya, dikutip pada Minggu (3/11/2024).
Selain itu, wajib pajak juga dapat mengonfirmasi langsung kepada kantor pelayanan pajak (KPP) terdekat. Terkait dengan nomor telepon dan email resmi unit DJP, wajib pajak dapat melihat melalui laman pajak.go.id/unit-kerja.
Sementara itu, Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Bima menuturkan masyarakat harus berhati-hati dan memahami konsep ‘kapan harus mengeluarkan uang’. Dia juga menegaskan pembayaran pajak itu tidak pernah melalui rekening, tetapi lewat billing.
Berdasarkan pengumuman nomor PENG-31/PJ.09/2024 terdapat beberapa jenis modus penipuan pajak yang bermunculan antara lain phising, spoofing, penipuan mengatasnamakan pegawai DJP, dan penipuan rekrutmen DJP.
Sebagai informasi, phising merupakan modus penipuan melalui pesan yang mengatasnamakan instansi resmi seperti DJP untuk mendapatkan data penting orang lain yang berpotensi untuk disalahgunakan.
Pesan tersebut biasanya memuat tautan (link) unduh (download) aplikasi yang berbahaya dengan meminta wajib pajak melakukan pembaruan (update) data pribadi.
Sementara itu, spoofing merupakan modus dalam bentuk pesan email tagihan pajak atau email apapun tentang pajak yang seolah-olah resmi @pajak.go.id tetapi pengirim aslinya bukan DJP. Modus ini dilakukan untuk menyamarkan header penipuan menggunakan identitas institusi tertentu.
Selanjutnya, modus penipuan mengatasnamakan pejabat/pegawai DJP. Penipu biasanya melakukan komunikasi dengan wajib pajak dan meminta hal-hal seperti pembayaran tagihan atau tunggakan pajak; melakukan pemadanan atau verifikasi data; atau instruksi mengunduh aplikasi pajak palsu.
Kemudian, penipuan terkait dengan rekrutmen pegawai DJP. Penipu biasanya akan meminta sejumlah uang sebagai syarat untuk menjadi pegawai di lingkungan unit kerja DJP, baik sebagai ASN maupun tenaga non-organik (misalnya satpam, cleaning service, pengemudi, dan sebagainya).
Bima menambahkan bahwa semua proses rekrutmen lingkungan unit kerja DJP pada dasarnya tidak akan dimintai biaya. Kalaupun ada, biaya tersebut merupakan biaya administrasi dan tidak dibayarkan kepada DJP.
“Kalaupun ada biaya, itu pasti terkait administrasi seperti materai dan lain-lain. Itu pun membayarnya tidak kepada kami,” ujarnya.
Bima turut menuturkan informasi mengenai rekrutmen akan disampaikan melalui saluran informasi resmi kementerian keuangan dan saluran masing-masing unit kerja DJP.
Masyarakat yang menjadi korban penipuan juga diimbau untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Syallom Aprinta Cahya Prasdani/rig)