KEBIJAKAN PAJAK

Aturan Pajak Beri Diskresi yang Luas Bagi Fiskus, Perlu Dipersempit?

Muhamad Wildan
Selasa, 10 September 2024 | 17.00 WIB
Aturan Pajak Beri Diskresi yang Luas Bagi Fiskus, Perlu Dipersempit?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) mencatat ketentuan perpajakan di Indonesia memberikan banyak kewenangan yang bersifat diskretif kepada pejabat pajak. Saat ini tercatat ada banyak peraturan perpajakan di Indonesia yang mendelegasikan kewenangan diskretif dari dirjen pajak kepada pejabat-pejabat di bawahnya.

Wakil Ketua Komwasjak Zainal Arifin Mochtar mengatakan banyak kewenangan-kewenangan dalam ketentuan perpajakan yang belum diatur dengan rapi. Zainal mengatakan diskresi seharusnya hanya bisa diambil oleh pejabat yang memiliki kewenangan atributif, bukan kewenangan delegatif.

"Di undang-undang kita banyak sekali itu pemandatan atau pendelegasian ke bawah. Misal, untuk menandatangani surat tagihan, itu turun ke bawah," ujar Zainal dalam FGD bertajuk Pajak dan HAM: Mencari Keseimbangan antara Diskresi dan Kepastian Hukum yang Lebih Baik di Indonesia, Selasa (10/9/2024).

Contoh, pada Pasal 31 PMK 17/2013 s.t.d.d PMK 184/2015 diatur bahwa pemeriksa dapat menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan dalam hal wajib pajak orang pribadi pelaku usaha atau wajib pajak badan tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan dokumen. Masalahnya, penetapan secara jabatan oleh pemeriksa pajak tidak diatur dengan terperinci.

"Apakah kewenangan yang diturunkan sedemikian jauh ke bawah itu tetap bisa melakukan diskresi? Kontrolnya apa?" ujar Zainal.

Zainal mengatakan bila ruang diskresi bagi pejabat pajak diperketat dengan cara memperjelas kondisi limitatif dari suatu kewenangan, hal tersebut bisa meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak. Dengan adanya limitasi tersebut, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum seorang pejabat bisa menetapkan suatu keputusan.

Namun, di sisi lain pengetatan ruang diskresi berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Pasalnya, sempitnya ruang diskresi juga berpotensi menghambat proses pengambilan keputusan dan menjadi bumerang bagi wajib pajak sendiri.

"Pertanyaannya, diskresi ini penting untuk dipertahankan luas atau kira-kira scope-nya mau diperkecil? Undang-undang perpajakan banyak memberikan kesempatan diskretif bagi seorang pegawai pajak untuk memilih di antara 2 pilihan ataupun mengisi kondisi-kondisi tertentu untuk kemudian diambil," ujar Zainal.

Untuk diketahui, UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan mendefinisikan diskresi sebagai keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan

Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang dengan tujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.