
PENEGAKAN hukum pajak yang berkepastian merupakan fondasi penting bagi tumbuhnya iklim investasi yang sehat. Tanpa kepastian, investor akan ragu menanamkan modalnya karena merasa khawatir dengan isu ketidakjelasan regulasi.
Selama ini, investor kerap kali berhadapan dengan persoalan multitafsir atas regulasi perpajakan yang memicu sengketa berkepanjangan. Laporan Keuangan DJP Tahun 2024 mencatat terdapat 20.319 kasus dengan nilai sengketa pajak mencapai Rp103,82 triliun.
Kondisi ini tentu bisa berdampak buruk terhadap citra investasi Indonesia di mata investor, baik dari domestik maupun internasional. Akibatnya, potensi besar yang dimiliki Indonesia belum sepenuhnya menarik minat investasi baru.
Tak hanya investor, fiskus pun ikut terdampak. Ketidakjelasan aturan yang berujung sengketa membuat proses penegakan hukum menjadi mahal, kompleks, dan memakan waktu. Alih-alih meningkatkan kepatuhan, situasi ini justru menurunkan kepercayaan terhadap otoritas pajak.
Untuk mengurai persoalan tersebut, diperlukan langkah-langkah konkret yang mampu menyeimbangkan kepastian hukum, kepentingan fiskus, dan daya tarik investasi. Beberapa langkah reformasi yang dapat ditempuh antara lain sebagai berikut.
Pertama, penyusunan regulasi perpajakan yang jelas, terpadu, dan transparan. Kepastian hukum berawal dari kualitas regulasi. Pemerintah perlu menghapus ketentuan multitafsir dengan menerbitkan panduan teknis yang aplikatif dan mudah dipahami.
Harmonisasi interpretasi antarsatuan kerja di DJP juga harus diprioritaskan guna mencegah perbedaan perlakuan di lapangan. Selain itu, pasal-pasal dalam undang-undang yang kerap kali menimbulkan sengketa perlu segera direvisi sehingga tidak menimbulkan dispute antara fiskus dan wajib pajak.
Kedua, digitalisasi sistem penegakan hukum pajak. Era digital menuntut efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Seluruh proses—mulai dari pelaporan, pemeriksaan, hingga penyelesaian sengketa—perlu terintegrasi secara digital.
Pemanfaatan artificial intelligence (AI) untuk analisis risiko dan audit dapat mempercepat identifikasi potensi pelanggaran sekaligus mencegah timbulnya sengketa. Singapura telah berhasil menerapkan sistem serupa dan mampu menekan jumlah sengketa serta meningkatkan kepatuhan sukarela.
Ketiga, peningkatan kompetensi SDM fiskus melalui pelatihan intensif. Fiskus sebagai garda terdepan penegakan hukum pajak perlu dibekali kemampuan interpretasi hukum yang kuat, komunikasi persuasif, serta profesionalisme tinggi.
Penerapan prinsip good governance dalam administrasi perpajakan akan memperbaiki citra fiskus sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.
Di sisi lain, peningkatan kapasitas hakim pajak, terutama pada sengketa kompleks seperti transfer pricing juga penting sehingga putusan lebih objektif dan selaras dengan prinsip keilmuan yang relevan.
Keempat, penerapan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR) di bidang pajak. Mekanisme penyelesaian sengketa yang ada saat ini dinilai panjang dan rumit.
Penerapan ADR, seperti mediasi atau arbitrase pajak, dapat menghadirkan solusi yang cepat dan efisien bagi kedua pihak. Australia menjadi contoh negara yang sukses menerapkan ADR untuk perpajakan, menghasilkan penurunan biaya hukum serta kepastian yang lebih baik bagi investor.
Apabila mekanisme keberatan dinilai belum independen, pemerintah dapat mempertimbangkan pembentukan komite keberatan independen untuk menangani perkara tersebut sehingga keputusan yang dihasilkan lebih objektif dan berimbang.
Praktik terbaik dari Singapura dan Australia menjadi bukti reformasi hukum pajak yang menegakkan kepastian dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif. Singapura berhasil menjaga stabilitas investasi melalui regulasi yang transparan dan layanan digital yang andal.
Sementara itu, Australia menekan jumlah sengketa melalui penerapan ADR serta regulasi yang sederhana dan tegas.
Indonesia dapat mengadopsi praktik serupa dengan menyesuaikannya pada karakteristik nasional. Dengan demikian, penegakan hukum pajak tidak lagi menjadi momok bagi investor, tetapi justru menjadi daya tarik tersendiri.
Akhirnya, penegakan hukum pajak yang pro kepastian dan pro investasi bukanlah hal mustahil. Reformasi ini membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah dan kolaborasi aktif dengan dunia usaha.
Hanya dengan penegakan hukum yang jelas, transparan, dan berkeadilan, Indonesia dapat memastikan arus investasi terus tumbuh, menopang perekonomian, dan memperkuat penerimaan negara secara berkelanjutan.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.
