Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemungut bea meterai perlu melaksanakan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-26/PJ/2021 dalam hal terjadi kegagalan sistem meterai elektronik.
Jika terjadi kegagalan sistem meterai elektronik yang mengakibatkan sistem tidak dapat diakses atau tidak memberikan respons pada proses pembubuhan meterai elektronik, pemungutan bea meterai tetap dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pemungutan bea meterai pada dokumen.
"Dalam hal terjadi kegagalan sistem meterai elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), pemungutan bea meterai dilakukan dengan membubuhkan tanda pemungutan bea meterai pada dokumen," bunyi pasal 4 ayat (1) huruf a PER-26/PJ/2021, dikutip pada Kamis (5/9/2024).
Tanda pemungutan bea meterai yang dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf a PER-26/PJ/2021 paling sedikit memuat tulisan “BEA METERAI LUNAS” dan angka yang menunjukkan tarif bea meterai.
Selain membubuhkan tanda pemungutan bea meterai ke dokumen, pemungut bea meterai juga wajib membuat daftar dokumen yang tidak dapat dibubuhi meterai elektronik dengan format Lampiran III SPT Masa Bea Meterai.
Daftar dokumen yang tidak dapat dibubuhi bea meterai tersebut juga harus harus dilampirkan dalam SPT Masa Bea Meterai untuk masa pajak terjadinya kegagalan sistem meterai elektronik.
Seperti diketahui, pemungut bea meterai adalah pihak yang diwajibkan untuk memungut bea meterai yang terutang atas dokumen tertentu, menyetorkan bea meterai ke kas negara, dan melaporkannya ke Ditjen Pajak (DJP).
Wajib pajak yang ditetapkan sebagai pemungut bea meterai adalah wajib pajak yang memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu, yakni surat berharga berupa cek dan bilyet giro.
Wajib pajak yang dalam 1 bulan menerbitkan lebih dari 1.000 dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka; surat keterangan atau dokumen yang sejenis; dan/atau dokumen yang mencantumkan nilai uang lebih dari Rp5 juta, juga merupakan pemungut bea meterai. (rig)