Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Di tengah banyaknya tekanan ekonomi yang ditanggung kelas menengah di Indonesia, pemerintah ingin memperbesar volumenya. Pemerintah ingin memperbanyak jumlah kelas menengah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penerimaan pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (2/9/2024).
Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan upaya mendorong kelas menengah di antaranya dilakukan melalui pemberian berbagai insentif fiskal. Menurutnya, pertumbuhan kelas menengah akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak.
"Kalau kelas menengah kita diperbesar, selain kontribusi ke ekonominya tinggi dengan berbagai insentif tadi, kelas menengah kan bisa men-generate juga untuk taxbase-nya. Perpajakannya akan lebih bagus," katanya.
Susiwijono menuturkan terdapat beberapa skema insentif fiskal yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kelas menengah. Misal, PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan dan otomotif.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga memberikan subsidi energi yang ternyata banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat kelas menengah.
Kemenko Perekonomian mencatat kelas menengah (middle class) yang digabung dengan calon kelas menengah (aspiring middle class) mewakili 64% dari populasi Indonesia. Middle class memiliki proporsi sebesar 17,13%, sedangkan sisanya adalah aspiring middle class.
Dia menyebut proporsi aspiring middle class mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah memberikan berbagai skema insentif kepada kelompok masyarakat tersebut.
Pada akhirnya, pertumbuhan kelompok masyarakat middle class dan aspiring middle class diharapkan mampu berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak.
Selain ulasan mengenai kondisi kelas menengah di Indonesia, ada pula bahasan lain mengenai kinerja tax ratio RI, kebijakan PPN ditanggung pemerintah (DTP), hingga update mengenai implementasi coretax administration system.
Pola konsumsi kelas menengah ditengarai mengalami pergeseran. Di tengah penurunan daya beli, kelas menengah masih harus menanggung beban pajak dan berbagai iuran.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat porsi pengeluaran masyarakat untuk membayar pajak dan iuran pada 2019 adalah 3,48% dari total pengeluaran. Pada 2024, porsinya naik menjadi 4,53% dari totan pengeluaran.
Menariknya, jika dibandingkan dengan kelompok lain, beban pajak dan iuran yang ditanggung kelas menengah hanya berbeda tipis dengan beban yang ditanggung kelas atas. Pada 2024, pengeluaran kelas atas untuk membayar pajak adalah 4,83%. (Harian Kompas)
Jumlah populasi kelas menengah Indonesia turun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penurunan jumlah kelas menengah ini akan menggerus daya beli.
Dengan begitu, pada akhirnya penurunan volume kelas menengah akan berefek domino terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh). Hal ini sejalan dengan penurunan kelas menengah yang bekerja di sektor formal.
"Kalau pekerja formal kena PHK dan pindah ke sektor informai, berarti tak lagi menjadi pembayar PPh Pasal 21," kata Bambang. (Kontan)
Pemerintah menilai rasio perpajakan (tax ratio) yang rendah akan menyebabkan beban fiskal pemerintah terasa lebih berat.
Staf Ahli Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan rasio utang pemerintah sejauh ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Namun, posisi utang tersebut terasa lebih berat karena tax ratio Indonesia masih sangat rendah.
"Sebetulnya dibandingkan dengan negara-negara lain dari sisi rasio [utang] per PDB, relatif tidak terlampau besar, tetapi dari sisi beban fiskal, relatif besar. Kenapa? Karena tax ratio kita terlampau rendah," katanya. (DDTCNews)
DJP terus bersiap mengimplementasikan coretax administration system (CTAS). DJP menyatakan CTAS hadir untuk memberikan kemudahan pelayanan perpajakan bagi semua wajib pajak. Menurut DJP, CTAS bakal menghadirkan pengalaman baru dalam mengakses administrasi perpajakan.
"Bersiaplah untuk merasakan kemudahan administrasi perpajakan yang belum pernah ada sebelumnya," bunyi keterangan foto yang diunggah DJP di Instagram.
DJP menjelaskan CTAS akan mengintegrasikan seluruh layanan perpajakan dalam satu sistem yang efisien dan user-friendly. Layanan perpajakan tersebut antara lain registrasi, pelaporan, dan pembayaran. (DDTCNews)
Pemerintah mengajak masyarakat untuk segera memanfaatkan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas pembelian rumah sebesar 100% karena hanya akan berlaku hingga akhir tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara mengatakan pemberian insentif PPN rumah DTP tersebut bertujuan untuk meningkatkan konsumsi kelas menengah. Untuk itu, dia berharap masyarakat dapat terdorong untuk melakukan pembelian rumah.
"Kami malah menginginkan sebanyak-banyaknya [masyarakat memanfaatkan insentif PPN rumah DTP]. Karena, kalau makin banyak rumah yang ditransaksikan, laku, itu berarti kegiatan ekonomi berputar," katanya. (DDTCNews) (sap)