Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) bersama Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Menteri ESDM Arifin Tasrif (kanan) bersiap saat peluncuran dan sosialisasi implementasi komoditas nikel dan timah melalui Sistem Informasi Mineral dan Batubara antara Kementerian dan Lembaga (Simbara) di Jakarta, Senin (22/7/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan akan terus mengoptimalkan mekanisme automatic blocking system (ABS) untuk menyelesaikan piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ABS dapat dilaksanakan sebagai bagian dari upaya dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Selain itu, penerapan ABS juga menjadi bentuk penegakan wibawa negara.
"Koordinasi untuk enforcement dan compliance dilakukan bersama melalui blocking system maka kewibawaan negara menjadi ditegakkan," katanya, dikutip pada Minggu (28/7/2024).
Sri Mulyani menuturkan pemerintah telah memiliki mekanisme ABS untuk memaksa wajib bayar dalam menyelesaikan semua piutang PNBP-nya. Mekanisme penyelesaian piutang PNBP tersebut dilaksanakan dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga.
ABS mulai diterapkan sejak 1 Januari 2022 sebagai langkah terakhir yang dilakukan terhadap wajib bayar yang tidak memiliki iktikad baik dalam penyelesaian kewajiban piutang PNBP. Dalam hal ini, akan dilakukan penghentian layanan terhadap penunggak PNBP.
Salah satu kementerian yang menerapkan ABS untuk menagih piutang PNBP ialah Kementerian ESDM. Pelaksanaan ABS juga diyakini makin maksimal karena tata kelola beberapa komoditas sudah dipantau melalui SIMBARA.
Saat ini, penerapan SIMBARA telah mencakup komoditas batu bara, nikel, dan timah. Ke depan, cakupan SIMBARA bakal diperluas untuk semua komoditas mineral seperti bauksit, emas, dan tembaga.
Hingga saat ini, Kemenkeu mencatat SIMBARA telah memberikan capaian untuk penerimaan negara, termasuk penyelesaian piutang dari hasil penerapan ABS senilai Rp1,1 triliun.
"Dengan sistem ini kami bekerja rapi, konsisten, tegas dan berwibawa tanpa menyusahkan perusahaan karena perusahaan tahu hak dan kewajiban mereka," ujar Sri Mulyani. (rig)