Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyoroti tingginya piutang pajak yang belum ditagih secara optimal oleh Ditjen Pajak (DJP).
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2023, BPK menyatakan bahwa sejak tahun lalu DJP telah diminta untuk melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan dan melakukan penagihan aktif sesuai ketentuan. Namun, rekomendasi tersebut tidak dilaksanakan.
"Berdasarkan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut, Kementerian Keuangan dalam hal ini DJP belum selesai menindaklanjuti sesuai rekomendasi tersebut," tulis BPK dalam LHP 2023, Selasa (4/6/2024).
BPK mencatat hingga akhir 2023 ada piutang senilai Rp5,37 triliun yang dikategorikan sebagai piutang macet. Secara terperinci, 8.472 ketetapan pajak dengan nilai piutang Rp4,67 triliun masih belum dilakukan penagihan aktif oleh KPP. Selanjutnya, terdapat 1.438 ketetapan senilai Rp701,9 miliar yang sudah dilakukan penagihan lewat penerbitan surat paksa tetapi belum dilakukan penyitaan aset.
BPK juga mencatat ada 187 ketetapan pajak senilai Rp461,78 miliar yang sudah daluwarsa tetapi belum dilakukan penagihan secara optimal.
Menurut BPK, kondisi ini mengakibatkan penerimaan atas piutang macet senilai Rp5,37 triliun tidak dapat segera dimanfaatkan dan negara kehilangan penerimaan negara senilai Rp461,78 miliar akibat daluwarsa penagihan.
"Hal tersebut disebabkan: kepala kanwil DJP dan kepala KPP terkait tidak optimal melakukan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan penagihan 10.097 ketetapan pajak; dan kepala seksi pemeriksaan, penilaian, dan penagihan terkait tidak cermat dalam melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan sebesar Rp5,37 triliun dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan," tulis BPK dalam LHP 2023.
BPK pun merekomendasikan kepada DJP untuk lebih optimal dalam mengawasi dan mengendalikan kegiatan penagihan atas 10.097 ketetapan pajak. Tak hanya itu, kepala seksi pemeriksaan, penilaian, dan penagihan diminta untuk melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan senilai Rp5,37 triliun dan melakukan penagihan aktif sesuai ketentuan.
Untuk diketahui, penggolongan piutang pajak telah diatur oleh DJP dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2020. Setidaknya terdapat 4 hal yang membuat piutang pajak dikategorikan sebagai piutang macet.
Pertama, umur piutang melebihi 3 tahun. Kedua, hak penagihannya sudah daluwarsa. Ketiga, hak penagihan belum daluwarsa tetap memenuhi syarat untuk dihapuskan sesuai ketentuan dan telah dibuat laporan hasil penelitian yang menyimpulkan piutang memenuhi syarat untuk dihapuskan.
Keempat, ketetapan pajak sebagai dasar timbulnya piutang pajak diterbitkan telah melewati daluwarsa penetapan. (sap)