Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Implementasi coretax administration system (CTAS) akan mempermudah wajib pajak dalam menggunakan aplikasi perpajakan. Nantinya, semua aplikasi yang dibutuhkan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya akan tersedia di coretax system. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (31/5/2024).
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Ditjen Pajak (DJP) Angga Sukma Dhaniswara mengatakan aplikasi perpajakan akan tersedia pada coretax secara web based. Artinya, wajib pajak tidak perlu lagi repot-repot mengunduh aplikasi secara manual ke perangkat kerasnya.
"Dengan adanya coretax maka nanti cukup 1 aplikasi saja, cukup kita buka coretax di situ sudah ada beragam aplikasi yang digunakan sekarang, dan sifatnya web based," ujar Angga, dikutip Kamis (30/5/2024).
Nantinya, wajib pajak dapat mengakses layanan pajak secara elektronik sepanjang perangkat yang dimilikinya terkoneksi dengan internet.
"Tinggal dibuka saja laman coretax-nya, di situ ada menu membuat faktur bagi PKP, ada menu untuk membuat bukti potong PPh Pasal 21 kalau dia pemberi kerja, ada PPh Pasal 23, dan sebagainya. Jadi beragam aplikasi dalam 1 aplikasi tunggal, harapannya jauh lebih mudah. Lagi-lagi sifatnya web based, tidak perlu install," ujar Angga.
Selain bahasan mengenai coretax system, ada pula pemberitaan mengenai aturan pengungkapan ketidakbenaran SPT, update penindakan yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), ketentuan tentang integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta pengumuman tentang henti-layanan DJP Online.
Melalui coretax system, seluruh data terkait dengan wajib pajak akan masuk dalam portal akun wajib pajak (taxpayer account). Dengan data-data itu, DJP bisa melakukan langkah prediktif.
“DJP bisa tahu berdasarkan data yang ada, potential revenue dari wajib pajak-wajib pajak. Bisa memprediksi wajib pajak ini sebetulnya dalam tahun ini bisa masuk berapa [penerimaannya],” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi. (DDTCNews)
Wajib pajak masih berkesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT meski sudah dilakukan pemeriksaan oleh DJP.
Namun, wajib pajak hanya mempunyai kesempatan mengungkapkan ketidakbenaran SPT sepanjang dirjen pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).
"Sepanjang SPHP belum disampaikan, wajib pajak masih berkesempatan mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT," bunyi laporan APBN Kita yang diterbitkan Kemenkeu. (DDTCNews)
DJBC telah melaksanakan 11.194 penindakan hingga April 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan nilai barang hasil penindakan tersebut mencapai Rp1,7 triliun. Dari total penindakan, 50,2% di antaranya adalah penindakan terhadap hasil tembakau.
Pelaksanaan penindakan oleh DJBC tersebut tumbuh 12,7% secara tahunan. Menurutnya, penindakan tersebut utamanya dilaksanakan terhadap barang kena cukai (BKC) yang dikategorikan ilegal. (DDTCNews)
Dengan implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP, pemerintah dapat melakukan profiling masyarakat dengan tepat. Hal ini akan berdampak pada akuntabilitas keputusan.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Angga Sukma Dhaniswara mengatakan mengatakan dengan integrasi NIK dan NPWP, pemerintah mempunyai keyword yang jelas saat memetakan penduduk.
“Sehingga kalau kita bicara pemetaan atau profiling masyarakat ini bisa menggambarkan yang sebenarnya,” ujar Angga. (DDTCNews)
Seluruh layanan aplikasi DJP tidak dapat diakses sementara pada akhir pekan ini.
Melalui laman resminya, DJP menyampaikan pengumuman tentang adanya pemeliharaan infrastruktur teknologi informasi dan keuangan (TIK). Adanya pemeliharaan tersebut berdampak pada tidak dapat diaksesnya seluruh layanan aplikasi DJP untuk sementara waktu.
“Untuk sementara seluruh layanan aplikasi DJP tidak dapat diakses pada hari Sabtu, tanggal 1 Juni 2024 mulai pukul 08.00 WIB s.d. hari Minggu, tanggal 2 Juni 2024 pukul 15.00 WIB,” bunyi pengumuman DJP. (DDTCNews) (sap)