SEWINDU DDTCNEWS
BERITA PAJAK HARI INI

WP Harus Lunasi Pajak Sesuai Pembahasan Akhir Sebelum Ajukan Keberatan

Redaksi DDTCNews
Selasa, 21 Mei 2024 | 08.51 WIB
WP Harus Lunasi Pajak Sesuai Pembahasan Akhir Sebelum Ajukan Keberatan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Perlu diingat, pajak terutang sesuai dengan pembahasan akhir dengan kantor pajak harus dilunasi terlebih dulu sebelum wajib pajak mengajukan keberatan terkait dengan surat ketetapan pajak (SKP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/5/2024). 

Sesuai dengan PMK 9/2013 s.t.d.d PMK 202/2015, pajak yang perlu dilunasi paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum surat keberatan disampaikan. 

Untuk diperhatikan, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada dirjen pajak atas suatu: SKP Kurang Bayar; SKP Kurang Bayar Tambahan; SKP Nihil; SKP Lebih Bayar; atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.

Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

Selain pemberitaan tentang pengajuan keberatan, ada pula bahasan mengenai insentif perpajakan di IKN, ketentuan penentuan klasifikasi lapangan usaha (KLU), target rasio pajak 2025, hingga komitmen Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam menerapkan perjanjian pajak global. 

Berikut ini ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Aspek-Aspek yang Bisa Diajukan Keberatan

Seusai dengan, PMK 202/2015, wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi surat ketetapan pajak (SKP). Isi SKP meliputi jumlah rugi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak. 

Jika ada alasan keberatan selain materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. (DDTCNews)

Insentif Perpajakan di IKN Hingga 2045

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) 12/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 28/2024, pemerintah menyediakan beragam insentif perpajakan untuk penanaman modal di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan beberapa insentif perpajakan diberikan hingga 2045. Menurutnya, pemberian insentif dalam jangka panjang ini bertujuan untuk menarik minat para calon investor di IKN.

"Policy itu harus memberikan kepastian kepada calon investor. Komponen insentif fiskal juga harus bisa diperhitungkan dalam jangka menengah-panjang. Sangat wajar itu," katanya. (DDTCNews)

Penentukan KLU Jika Usahanya Beragam

Untuk kepentingan perpajakan, aktivitas atau kegiatan ekonomi wajib pajak harus dikelompokkan dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Lantas, bagaimana jika wajib pajak memiliki beberapa aktivitas ekonomi yang berbeda?

DJP menerangkan wajib pajak yang memiliki beberapa aktivitas ekonomi yang berbeda dapat menentukan 1 KLU utama. Wajib pajak memilih KLU utama berdasarkan penghasilan terbesar atau omzet di antara aktivitas ekonomi pada tahun pajak sebelumnya.

“Jadi, NPWP yang sama bisa digunakan untuk aktivitas/kegiatan ekonomi yang berbeda sepanjang KLU yang didaftarkan adalah KLU yang utama/dominan dari wajib pajak,” sebut contact center DJP. (DDTCNews)

Target Rasio Perpajakan 2025

Melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah menargetkan rasio perpajakan (tax ratio) sebesar 10,09% hingga 10,29% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun depan.

Target rasio perpajakan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan yang tertulis dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yakni sebesar 11,2%-12% terhadap PDB. Adapun pada tahun ini, rasio perpajakan diproyeksi sebesar 10,12% PDB.

Pada postur makro fiskal jangka menengah pada KEM PPKF 2025, rasio perpajakan diharapkan terus meningkat secara bertahap. Rasio perpajakan ditargetkan akan sebesar 10,58% hingga 11,48% pada 2029. (DDTCNews)

Komitmen RI Terapkan Perjanjian Pajak Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk menerapkan perjanjian pajak global.

Sri Mulyani mengatakan penerapan perjanjian pajak global akan perluasan basis pajak terhadap perusahaan multinasional yang melakukan transaksi lintasnegara. Hal tersebut pada akhirnya juga akan meningkatkan penerimaan pajak bagi Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga akan terus memperluas basis pajak dan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk memitigasi risiko terutama dari berbagai tax evasion. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.