Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan tentang penerapan ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang sesuai dengan keadaan pada awal tahun pajak.
Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan PTKP disesuaikan dengan keadaan sebenarnya tiap awal tahun pajak. Misal, jika dari Januari 2024 keadaannya sesuai dengan PTKP K/1 maka dari awal tahun pajak sudah menggunakan PTKP K/1.
“Jika dari 1 Januari 2024 keadaannya memang sesuai PTKP K/1 maka dari awal tahun pajak 2024 PTKP-nya sudah harus K/1. Dalam hal PTKP tersebut baru berubah setelah 1 Januari 2024 maka baru bisa menggunakan PTKP K/1 mulai awal tahun 2025,” tulis Kring Pajak merespons warganet.
Penjelasan DJP tersebut sesuai dengan ketentuan pada Pasal 7 ayat (2) UU PPh. Sesuai dengan pasal tersebut, penerapan ketentuan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Bagian Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU PPh memuat contoh. Misal, pada 1 Januari 2021, wajib pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Jika anak kedua lahir setelah 1 Januari 2021, besarnya PTKP untuk tahun pajak 2021 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 anak.
Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU PPh, PTKP per tahun diberikan paling sedikit:
Adapun sesuai dengan Pasal 7 ayat (2a) UU PPh wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu (WP UMKM yang menggunakan rezim PPh final) tidak dikenai pajak penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak.
Menteri keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya PTKP dan batasan peredaran bruto tidak dikenai PPh melalui peraturan menteri keuangan (PMK) setelah dikonsultasikan dengan DPR. (kaw)