Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat total pajak yang terkumpul dari transaksi aset kripto sudah mencapai Rp580,2 miliar.
Pajak dari transaksi aset kripto yang terkumpul pada 2022 mencapai Rp246,45 miliar dan pada 2023 senilai Rp220,83 miliar. Kemudian, pajak dari transaksi aset kripto yang terkumpul pada Januari hingga Maret 2024 senilai Rp112,93 miliar.
“Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital … seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti, dikutip dari siaran pers, Jumat (5/4/2024).
Adapun penerimaan pajak kripto pada 2022 hingga Maret 2024 terdiri atas Rp273,69 miliar penerimaan PPh Pasal 22 transaksi penjualan kripto melalui exchanger dan Rp306,52 miliar penerimaan PPN dalam negeri transaksi pembelian kripto melalui exchanger.
Seperti diketahui, pajak atas transaksi aset kripto, baik PPh Pasal 22 final maupun PPN, mulai dipungut sejak 1 Mei 2022 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022.
Bila transaksi aset kripto dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Bappebti, tarif PPh Pasal 22 final yang dikenakan sebesar 0,1%. Bila transaksi dilakukan lewat exchanger tak terdaftar, tarif naik menjadi 0,2%.
Adapun tarif PPN yang dikenakan atas transaksi aset kripto lewat exchanger terdaftar adalah sebesar 0,11%. Sementara itu, transaksi aset kripto lewat exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti adalah sebesar 0,22%.
Exchanger selaku pihak yang memfasilitasi jual beli dan tukar menukar (swap) aset kripto mengemban tugas sebagai pemungut pajak sesuai dengan Pasal 32A UU KUP. PPh dan PPN yang dipungut oleh exchanger pada setiap masa pajak harus disetorkan pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. (kaw)