Gedung Mahkamah Konstitusi. (foto: Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang atas pengujian materiil terhadap Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dalam sidang, kuasa hukum bernama Syarif Anwar Said Al-Hamid mengatakan Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i UU KUP menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon. Sebab, pemohon pernah ditetapkan tersangka hanya karena lalai dalam melaporkan SPT Tahunan.
"Padahal seharusnya merujuk pada tujuan pemidanaan bukan sebagai upaya pembalasan, maka pemidanaan seharusnya menjadi upaya terakhir yang bersifat ultimum remedium," katanya saat membacakan perbaikan permohonan, Rabu (13/3/2024).
Pemidanaan seharusnya menjadi upaya terakhir setelah penjatuhan sanksi administrasi telah dilakukan terlebih dahulu terhadap wajib pajak.
Menurut pemohon, Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i UU KUP bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 karena pasal dalam UU KUP tersebut tidak secara tegas mengatur tentangan pemidanaan.
Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i UU KUP hanya menekankan pada unsur kesengajaan atas tidak disampaikannya SPT atau disampaikannya SPT yang isinya tidak benar. Namun, tidak ada pengaturan lebih lanjut untuk membuktikan unsur kesengajaan tersebut.
"Sehingga jelas dan tidak terbantahkan Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i UU KUP bertentangan dengan UUD 1945," ujar Syarif.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 39 ayat (1) huruf d UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pemohon juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 39 ayat (1) huruf i bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar'. (rig)