Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – PMK 172/2023 kembali mempertegas definisi hubungan istimewa yang sebelumnya telah diperluas dalam PP 55/2022. Selain itu, PMK 172/2023 memperluas cakupan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK 172/2023, hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh: kepemilikan atau penyertaan modal; penguasaan; atau hubungan keluarga sedarah atau semenda.
“Keadaan ketergantungan atau keterikatan antara satu pihak dan pihak lainnya…merupakan keadaan satu atau lebih pihak, mengendalikan pihak yang lain atau tidak berdiri bebas, dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan,” bunyi pasal 2 ayat (3), dikutip pada Jumat (12/1/2024).
Sebelumnya, definisi dan ketentuan perihal hubungan istimewa dimuat dalam Pasal 4 PMK 22/2020. Apabila disandingkan, pengaturan terkait dengan cakupan hubungan istimewa dalam PMK 172/2023 tidak berbeda jauh dengan ketentuan pada Pasal 4 PMK 22/2020.
Salah satu perbedaan yang mencolok terdapat pada kriteria dalam kondisi hubungan istimewa atas penguasaan. PMK 22/2020 hanya menyebutkan 5 kriteria dalam kondisi hubungan istimewa atas penguasaan, sedangkan PP 55/2022 menyebutkan 6 kriteria.
Tambahan 1 kriteria tersebut ialah adanya 2 pihak atau lebih yang berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung. Penambahan kriteria itu sebelumnya telah diatur dalam PP 55/2022.
Selain itu, PMK 172/2023 juga memperluas cakupan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu. Sesuai dengan Pasal 1 angka 7 PMK 172/2023, transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa adalah:
“Transaksi yang meliputi transaksi afiliasi dan/atau transaksi yang dilakukan antarpihak yang tidak memiliki hubungan istimewa tetapi pihak afiliasi dari salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi tersebut menentukan lawan transaksi dan harga transaksi.”
Transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tersebut wajib dilakukan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU). Penerapan PKKU tersebut harus dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Selain itu, transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu harus dilakukan dengan tahapan pendahuluan. Terkait dengan hal ini, PMK 172/2023 memperluas cakupan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu.
Sebelumnya, PMK 22/2020 hanya menyebutkan 6 jenis transaksi yang termasuk ke dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu. Sementara itu, PMK 172/2023 menyebutkan 7 jenis transaksi yang termasuk ke dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu.
Jenis transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu yang baru diatur dalam PMK 172/2023 adalah transaksi keuangan lainnya. Ketentuan ini sebelumnya belum diatur dalam PMK 22/2020. Selain itu PP 55/2022 juga belum mengatur klausul tersebut. (rig)