Ilustrasi. (foto: thesaxon.org)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat penerimaan cukai etil alkohol kini telah kembali ke pola normal sejalan dengan berakhirnya pandemi Covid-19.
Laporan APBN Kita edisi Desember 2023 mencatat realisasi penerimaan cukai etil alkohol hingga November 2023 sekitar Rp114,88 miliar. Kinerja penerimaan ini mengalami kontraksi sebesar 1,13%.
"Dilihat dari nilai penerimaannya, sebenarnya kinerja cukai etil alkohol berada pada pola normal," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Selasa (19/12/2023).
Laporan ini menyatakan realisasi cukai etil alkohol setara 83,86% dari target sekitar Rp140 miliar. Soal penerimaan yang terkontraksi, dijelaskan penyebabnya adalah penurunan produksi bayar sebesar 1,1% dan secara total produksi etil alkohol turun 5,57%.
Kinerja penerimaan cukai etil alkohol sempat mengalami lonjakan ketika kasus Covid-19 mulai meningkat pada 2020. Hal itu karena etil alkohol menjadi bahan baku atau bahan penolong hand sanitizer, surface sanitizer, dan antiseptik.
Pada 2020, penerimaan cukai etil alkohol mencapai Rp240 miliar atau tumbuh 97,33%. Pada saat itu, realisasi ini setara 156,3% dari target sekitar Rp150 miliar.
Sejak 17 Maret 2020, pemerintah juga memberikan fasilitas pembebasan cukai etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong hand sanitizer, surface sanitizer, dan antiseptik. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran nomor SE-04/BC/2020.
Fasilitas tersebut dapat diajukan oleh pengusaha pabrik atau tempat penyimpanan etil alkohol berdasarkan pemesanan dari instansi pemerintah dan organisasi non-pemerintah yang terkait dengan pencegahan penyebaran Covid-19.
Pada tahun berikutnya, penerimaan cukai etil alkohol mulai turun. Sepanjang 2021, realisasi cukai etil alkohol sekitar Rp110 miliar atau turun 53,11%.
Sedangkan pada 2022, penerimaan etil alkohol kembali naik menjadi Rp127,41 miliar atau tumbuh 12,37%. Meski demikian, realisasi ini hanya 98,38% dari target sekitar Rp130 miliar.
"Sebagai informasi tambahan, sepanjang 2022 penerimaan rata-rata cukai EA Rp10 miliar per bulan," bunyi laporan APBN Kita.
Sejalan dengan Covid-19 yang berakhir dan menjadi endemi, pemerintah juga telah mengevaluasi berbagai fasilitas perpajakan yang diberikan selama pandemi. Misalnya, penerbitan PMK 126/2023 yang mencabut PMK 34/2020 s.t.d.t.d PMK 164/2022 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Covid-19.
Kemudian, PMK 127/2023 juga diterbitkan untuk mencabut PMK 188/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanganan Pandemi Covid-19. (sap)