Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemeriksa memiliki kewenangan menghitung peredaran bruto wajib pajak dengan cara lain jika wajib pajak tidak/tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan/pembukuan atau tidak/tidak sepenuhnya memperlihatkan pencatatan/pembukuan.
Merujuk pada PMK 15/2018, cara lain yang digunakan untuk menghitung peredaran bruto wajib pajak antara lain menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan SPT atau pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, atau penghitungan rasio.
"Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (5) UU PPh ... perlu menetapkan PMK tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto," bunyi bagian pertimbangan PMK 15/2018, dikutip pada Selasa (14/11/2023).
Dalam PMK tersebut, 8 cara lain untuk menghitung peredaran bruto dijelaskan secara lebih terperinci. Pertama, penghitungan peredaran bruto dengan metode transaksi tunai dan nontunai dilakukan berdasarkan data penerimaan tunai dan nontunai dalam suatu tahun pajak.
Kedua, penghitungan peredaran bruto dengan metode sumber dan penggunaan dana dilakukan menggunakan data sumber dana dan penggunaan dana dalam 1 tahun pajak.
Ketiga, penghitungan peredaran bruto dengan metode satuan dan volume dilakukan dengan menggunakan data jumlah satuan dan volume usaha yang dihasilkan wajib pajak dalam suatu tahun pajak.
Keempat, penghitungan peredaran bruto dengan metode penghitungan biaya hidup dilakukan dengan berdasarkan data biaya hidup wajib pajak beserta tanggungannya, termasuk pengeluaran untuk menambah kekayaan dalam suatu tahun pajak.
Kelima, penghitungan peredaran bruto dengan metode pertambahan kekayaan bersih dilakukan menggunakan data selisih kekayaan bersih pada awal dan akhir tahun pajak.
Keenam, penghitungan peredaran bruto berdasarkan SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya dilakukan berdasarkan data SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya.
Ketujuh, penghitungan peredaran bruto menggunakan proyeksi nilai ekonomi dilakukan dengan memproyeksikan nilai ekonomi suatu kegiatan usaha pada saat tertentu pada suatu tahun pajak.
Kedelapan, penghitungan peredaran bruto menggunakan penghitungan rasio dilakukan berdasarkan persentase atau rasio pembanding.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan metode penghitungan peredaran bruto dengan cara lain diatur lebih lanjut lewat perdirjen pajak. Namun, hingga saat ini belum ada perdirjen yang secara spesifik mengatur mengenai penggunaan metode ini.
Pada 2013, DJP menerbitkan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-65/PJ/2013. Di dalamnya, terdapat metode tidak langsung dalam pemeriksaan pajak yang mirip dengan metode dalam PMK 15/2018.
Metode tidak langsung dalam SE-65/PJ/2013 antara lain pendekatan transaksi tunai dan bank, sumber dan penggunaan dana, penghitungan rasio, satuan dan volume, penghitungan biaya hidup, dan pertambahan kekayaan bersih. (rig)