Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyatakan bahwa dokumen yang digunakan selama proses perundingan advance pricing agreement (APA) tidak akan digunakan sebagai landasan untuk memeriksa wajib pajak.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Direktorat Perpajakan Internasional DJP Didit Hariyanto mengatakan dokumen wajib pajak akan dikembalikan dan tidak akan diberikan kepada pemeriksa di KPP jika APA gagal tercapai.
"Itu rahasia. Ketika pemeriksa minta, tidak akan kami beri. Ketika KPP minta, tidak akan kita kasih. Itu adalah rahasia yang dimiliki oleh Direktorat Perpajakan Internasional. Ini kepastian hukum bagi wajib pajak," katanya, Selasa (31/10/2023).
Dalam hal APA tercapai, Direktorat Perpajakan Internasional hanya akan menyampaikan informasi mengenai poin-poin penting dari kesepakatan yang sudah tercapai. Data yang digunakan sepanjang proses perundingan APA tetap dirahasiakan.
"Data yang diberikan tetap rahasia kami. Kami hanya akan memberitahu ke KPP kesepakatannya apa saja. Data yang diberikan ke kami, semuanya tidak akan dikasih ke instansi vertikal. Kami keep dan akan kami kembalikan ke wajib pajak," ujar Didit.
Didit juga menegaskan kerahasiaan data yang menjadi landasan perundingan APA ini telah dijamin dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 22/2020.
"Dokumen ... tidak dapat digunakan oleh dirjen pajak sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukper, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan," bunyi Pasal 22 ayat (5) PMK 22/2020.
Sebagai informasi, APA merupakan perjanjian tertulis antara DJP dan wajib pajak atau DJP dengan otoritas pajak mitra P3B yang melibatkan wajib pajak untuk menyepakati kriteria dalam penentuan harga transfer dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar di muka.
Dalam PP 55/2022, APA terdiri dari APA unilateral, bilateral, dan multilateral. APA unilateral adalah kesepakatan antara DJP dan wajib pajak, sedangkan APA bilateral adalah kesepakatan antara DJP dan 1 otoritas pajak negara mitra P3B yang melibatkan wajib pajak.
Sementara itu, APA multilateral adalah kesepakatan antara DJP dan lebih dari 1 otoritas pajak negara mitra yang melibatkan wajib pajak. (rig)