Ilustrasi. Petani memanen tembakau di perladangan lereng Gunung Sindoro Desa Bantir, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (23/8/2023). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa.
SURABAYA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) menjadi salah satu penyebab target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sulit tercapai pada tahun ini.
Efek downtrading terjadi di berbagai daerah, terutama Jawa Timur sebagai sentra rokok di Indonesia. Menurut Kepala Kanwil DJBC Jawa Timur I Untung Basuki, fenomena downtrading biasanya terjadi setelah pemerintah menaikkan tarif cukai rokok.
"Ini tentu menjadi perhatian kita adalah apakah struktur tarif itu sudah dalam posisi yang sudah dioptimalisasi," katanya, dikutip pada Kamis (14/9/2023).
Untung menuturkan kebijakan tarif CHT memang dapat mengubah perilaku konsumsi masyarakat dengan beralih kepada produk yang dikenakan cukai lebih murah. Perubahan perilaku konsumsi itu pada akhirnya turut memengaruhi penerimaan CHT.
Produksi rokok golongan 1 menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai. Dalam hal ini, konsumen rokok golongan 1 akan beralih pada rokok golongan 2 dan 3. Namun, kenaikan konsumsi rokok golongan 2 dan 3 ini tidak mampu mengompensasi penerimaan CHT dari golongan 1.
Tidak hanya soal downtrading, lanjut Untung, terdapat juga tantangan pengumpulan CHT lainnya seperti peredaran rokok ilegal. Dalam hal ini, DJBC terus berupaya mengoptimalkan penindakan terhadap rokok ilegal.
"Itu dari dulu sebetulnya tetap menjadi tantangan. Bagaimana kita mengupayakan rokok ilegal itu kita minimalisirkan," ujarnya.
Hingga Agustus 2023, realisasi penerimaan CHT baru Rp126,8 triliun, atau 55% dari target Rp232,5 triliun. Pemerintah memproyeksi penerimaan CHT tidak akan mencapai target karena downtrading, shifting konsumsi ke rokok elektrik, serta peredaran rokok ilegal. (rig)