Ilustrasi. Sejumlah buruh rokok memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (20/6/2023). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 68/2023 yang merevisi PMK 66/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), yang berlaku mulai 1 Agustus 2023.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Encep Dudi Ginanjar mengatakan penerbitan PMK 68/2023 dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan sekaligus kepastian hukum di bidang cukai. Menurutnya, aturan ini selaras dengan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terkait dengan pengaturan barang kena cukai (BKC) rokok elektrik.
"Perubahan dalam PMK ini ialah pada ketentuan luas pabrik hasil tembakau rokok elektrik," katanya, dikutip pada Rabu (2/8/2023).
Encep mengatakan pada ketentuan yang lama, diatur luas pabrik rokok elektrik mengikuti ketentuan hasil tembakau berupa hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), yaitu dikecualikan dari paling sedikit memiliki luas 200 meter persegi. Namun pada aturan baru, ketentuan luas pabrik rokok elektrik mengikuti ketentuan hasil tembakau secara umum, yakni paling sedikit memiliki luas 200 meter persegi.
Kemudian, PMK 68/2023 turut mengatur pemaparan proses bisnis yang dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab perusahaan. Pemaparan tersebut bertujuan mengetahui pemahaman dan kesesuaian pemilik atau penanggung jawab perusahaan dan dilaksanakan sesuai tanggal yang tercantum pada surat kesiapan pemaparan proses bisnis.
Hal lain yang diatur dalam PMK yakni perubahan penomoran NPPBKC dan perpanjangan NPPBKC penyalur dan pengusaha tempat penjualan eceran (TPE). Penomoran NPPBKC menggunakan NPWP ini sebagai bentuk penerapan single identity.
Selain diberikan NPWP, pengusaha BKC juga diberikan nomor identitas lokasi kegiatan usaha (NILKU). Adapun untuk perpanjangan NPPBKC harus diajukan sebelum masa berlaku berakhir.
Permohonan perpanjangan dapat diajukan paling cepat 2 bulan sebelum masa berlaku NPPBKC berakhir dan paling lambat sampai dengan sebelum masa berlaku NPPBKC berakhir.
Selanjutnya, berkaitan dengan sarana dan prasarana, PMK 68/2023 mengatur kepala kantor bea dan cukai berdasarkan manajemen risiko dapat meminta kepada pengusaha BKC untuk menyediakan sarana dan prasarana.
Dalam hal ini, pengusaha BKC wajib menyediakan sarana dan prasarana, seperti ruang kerja, CCTV online dan realtime, serta alat ukur untuk mengetahui jumlah bahan baku dan barang paling lama 6 bulan sejak diterimanya permintaan Kepala Kantor Bea dan Cukai.
"Jika tidak, NPPBKC dibekukan paling lama 90 hari," ujarnya.
Di sisi lain, Encep menjelaskan PMK 68/2023 menetapkan siapa saja yang berwenang melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) beserta tugas dan ruang lingkupnya. Monev merupakan rangkaian aktivitas dalam rangka mereviu, memantau, dan mengevaluasi pengusaha BKC yang mendapatkan NPPBKC atas pemenuhan persyaratan dan ketentuan NPPBKC.
Kegiatan tersebut dapat berupa penelitian administrasi dan pemeriksaan lapangan, baik oleh direktur teknis dan fasilitas cukai, kepala kanwil, maupun kepala kantor pelayanan bea cukai.
Dia menegaskan penerbitan PMK 68/2023 juga menjadi bentuk komitmen DJBC untuk terus melaksanakan perbaikan kinerja, termasuk melalui regulasi yang dapat meningkatkan pelayanan dan kepastian hukum di bidang cukai. (sap)