Sejumlah produk yang dikenakan tarif MFN. (unggahan DJBC)
JAKARTA, DDTCNews - Pernah membeli produk pakaian atau alas kaki dari luar negeri? Jika dicermati, nilai pajak yang harus dibayarkan cukup tinggi bahkan bisa saja hampir menyamai harga produk yang dibeli. Kok bisa?
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) lantas menguraikan hitung-hitungan pajak terhadap produk-produk tertentu yang dikenai tarif Most Favoured Nation (MFN) alias tarif reguler berdasarkan HS Code.
"Pernah belanja dari luar negeri, tetapi pajaknya berat di kantong? Bisa jadi barang kamu termasuk barang dengan pengenaan tarif MFN dan BMTP (bea masuk tindakan pengamanan). Sehingga pajaknya relatif lebih tinggi dibandingkan barang lainnya," tulis DJBC dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (1/8/2023).
Secara umum, barang kiriman impor dengan nilai pabean melebihi FOB (free on board) US$3 sampai dengan US$1500 dikenai single tariff bea masuk sebesar 7,5% dan PPN 11%.
Namun, mengacu pada PMK 199/2019, ada beberapa jenis barang yang dikenai tarif Most Favoured Nation (MFN)/tarif reguler berdasarkan HS Code dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Hal tersebut, menurut DJBC, yang membuat pengenaan pajak atas produk-produk tertentu menjadi terasa lebih tinggi.
"Jenis barang yang menggunakan tarif MFN yang lebih tinggi adalah tas, koper, dan sejenisnya; produk tekstil, garmen, dan sejenisnya; serta alas kaki, sepatu, dan sejenisnya," tulis DJBC dalam keterangannya, dikutip pada Kamis (26/1/2023).
Penjelasan DJBC di atas menjawab keluhan seorang netizen di medsos. Netizen tersebut mengaku membeli sepasang sepatu dari luar negeri dengan harga Rp961.517. Namun, tagihan pajak terutangnya mencapai Rp577.838, jauh melebihi 50% dari total harga produk yang dibeli.
Secara lebih terperinci, HS Code yang diberlakukan tarif MFN adalah tas (42020) dengan bea masuk 15%, PPN impor 11%, dan PPh 10% (atau 20% jika tidak ada NPWP).
Kemudian, produk tekstil (HS Code 61,62, dan 63) dengan bea masuk 25%, PPN impor 11%, PPh 7,5% (atau 15% jika tidak ada NPWP), dan BMTP Rp36.360 per unit. Terakhir, alas kaki (HS Code 64) dengan bea masuk 15%, PPN impor 11%, dan PPh 10% (atau 20% jika tidak ada NPWP).
Perlu dicatat, semua pembayaran tagihan hanya menggunakan kode billing. DJBC tidak akan meminta pembayaran dengan cara transfer ke rekening pribadi.
"Jadi dapat dipastikan jika pengguna jasa mengimpor 3 jenis barang tersebut akan dibebankan pungutan negara berupa bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan barang lainnya," tulis DJBC.
Cara Menghitung Tagihan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI)
Nilai Pabean (NP) = CIF (harga, asuransi, ongkos kirim) x kurs pajak
Bea Masuk (BM) = tarif MFN x NP
Nilai Impor (NI) = NP + BM
PPN = 11% x NI
PPh = (7,5% - 10%) x NI
*jika tidak ada NPWP maka tarif PPh dikalikan 2
Total tagihan = BM + PPN + PPh
Namun, khusus untuk produk pakaian dan aksesoris pakaian (sesuai dengan PMK 142/2021) ada pengenaan bea masuk tambahan berupa bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). BMTP merupakan pungutan negara yang dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal terjadi lonjakan impor, baik secara absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.
"Ketentuan ini juga berlaku untuk barang kiriman impor jika barang yang diimpor merupakan barang yang HS Code-nya tercantum dalam PMK 142/2021.
Untuk Contoh perhitungan total tagihan Bea Masuk, BMTP, dan PDRI simak di artikel ini. (sap)