Warga penerima manfaat bantuan Kementerian Sosial memanen telur-telur dari ayam yang dibudidayakan di salah satu peternakan di Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan, Jumat (2/6/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang bergerak pada bidang usaha tertentu berkewajiban untuk melakukan penyusutan atau amortisasi yang berbeda dengan ketentuan umum.
Merujuk pada Pasal 12 PMK 72/2023, bidang usaha tertentu yang dimaksud yakni bidang usaha kehutanan, bidang usaha perkebunan tanaman keras, dan bidang usaha peternakan yang bisa berproduksi berkali-kali setelah ditanam atau dipelihara selama lebih dari 1 tahun.
"Wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c angka 1 melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat harta tersebut," bunyi Pasal 13 ayat (1) PMK 72/2023, dikutip Selasa (25/7/2023).
Penyusutan dimulai pada bulan produksi komersial atas harta berwujud. Adapun yang dimaksud dengan bulan produksi komersial adalah bulan mulai dilakukannya penjualan.
Harta berwujud pada bidang usaha kehutanan dan perkebunan tanaman keras dikelompokkan dalam kelompok 4 dengan masa manfaat 20 tahun, sedangkan bidang usaha peternakan dikelompokkan dalam kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun.
Walau demikian, wajib pajak bidang usaha tertentu di atas dapat menggunakan kelompok masa manfaat selain kelompok 4 atau kelompok 2 dengan mempertimbangkan masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud.
Untuk menggunakan kelompok masa manfaat lain, wajib pajak perlu mengajukan permohonan kepada dirjen pajak untuk memperoleh penetapan kelompok masa manfaat. "Dirjen pajak menetapkan masa manfaat yang diajukan oleh wajib pajak ... dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud tersebut," bunyi Pasal 15 ayat (4) PMK 72/2023.
Adapun permohonan diajukan secara tertulis melalui kepala KPP tempat wajib pajak berstatus pusat terdaftar. Permohonan diajukan secara langsung, lewat pos, atau secara elektronik bila sistemnya sudah tersedia.
Selanjutnya, PMK 72/2023 juga memuat ketentuan penyusutan khusus bagi wajib pajak yang bergerak di bidang usaha peternakan yang ternaknya dapat berproduksi berkali-kali dan sudah menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sampai dengan 1 tahun.
Bagi wajib pajak ini, pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang masa manfaatnya kurang dari atau sampai dengan 1 tahun dilakukan pembebanan sekaligus.
Bila harta berwujud memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun hingga 4 tahun, wajib pajak perlu melakukan penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat harta tersebut. Penyusutan atas harta berwujud dengan masa manfaat lebih dari 1 tahun hingga 4 tahun tersebut telah dicontohkan dalam Lampiran V PMK 72/2023.
Contoh, PT B merupakan peternak ayam petelur yang memperoleh sejumlah ayam petelur senilai Rp150 juta pada tahun pajak 2023. Pada tahun pajak 2024, ayam petelur akan dipotong untuk dijual dagingnya. Atas pengeluaran untuk memperoleh ayam yang mempunyai masa manfaat 2 tahun tersebut dibebankan melalui penyusutan selama 2 tahun, yakni masing-masing senilai Rp75 juta setiap tahunnya.
Contoh kedua, PT C adalah pengusaha ternak bebek petelur. Pada tahun pajak 2023, PT C memperoleh sejumlah bebek petelur senilai Rp600 juta. Pada tahun pajak 2025, bebek petelur tersebut akan dipotong. "Atas pengeluaran untuk memperoleh bebek petelur yang mempunyai masa manfaat 3 tahun dibebankan melalui penyusutan selama 3 tahun," bunyi Lampiran V PMK 72/2023.
PMK 72/2023 berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK 72/2023 maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012 dan PMK 96/2009 dinyatakan tidak berlaku. (sap)