Presiden Joko Widodo (keempat kiri) saat meninjau proyek pembangunan instalasi pemurnian dan pengolahan (smelter) PT Freeport Indonesia dan pabrik foil tembaga PT Hailiang Nova Material Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated and Industrial Port Estate (KEK JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Selasa (20/6/2023). ANTARA FOTO/HO/Humas Pemprov Jatim/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 yang mengubah ketentuan penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil mineral logam berdasarkan progres fisik pembangunan fasilitas pemurnian (smelter).
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan PMK 71/2023 bertujuan mendorong perusahaan tambang mineral logam mempercepat pembangunan smelter. Menurutnya, ketentuan ini juga sejalan dengan kebijakan hilirisasi pada komoditas tembaga, besi, timbal, dan seng.
"Pemerintah tentunya mengharapkan penyelesaian smelter yang tertunda, dari seharusnya bulan Juni-Juli kita selesaikan, mengupayakan kalau bisa menyelesaikan di akhir 2023," katanya, dikutip pada Selasa (25/7/2023).
Askolani menuturkan PMK 71/2023 diterbitkan untuk mengubah PMK 39/2022. Pada ketentuan yang lama, tidak ada persentase kemajuan fisik pembangunan smelter minimum dalam penetapan tarif bea keluar.
Sementara itu, pada ketentuan yang baru, disebutkan penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam didasarkan atas progres fisik pembangunan smelter yang telah mencapai paling sedikit 50%.
Pada tahap I, diatur tingkat kemajuan fisik pembangunan harus ≥ 50% sampai dengan < 70% dari total pembangunan. Pada tahapan ini, tarif bea keluar atas ekspor mineral logam tembaga sebesar 10% serta besi, timbal, dan seng 7,5%.
Pada tahap II, tingkat kemajuan fisik pembangunan harus ≥ 70% sampai dengan <90% dari total pembangunan. Tarif bea keluar yang diterapkan untuk ekspor tembaga sebesar 7,5%, serta besi, timbal, dan seng 5%.
Untuk tahap III, tingkat kemajuan fisik pembangunan harus ≥ 90% sampai dengan 100% dari total pembangunan. Pada tahap ini, tarif bea keluar ekspor tembaga sebesar 5%, sedangkan besi, timbal, dan seng 2,5%.
Askolani menyebut perbedaan lapisan tarif bea keluar diharapkan mampu mendorong perusahaan tambang segera merampungkan pembangunan smelter pada tahun ini. Apabila kembali tertunda, bea keluar yang dikenakan juga lebih tinggi.
"Di situ penetapan bea keluar yang baru didasarkan kepada timetable Juli ke Desember [2023]. Kalau ada usulan dari Freeport, mereka minta excuse hingga bulan April-Mei maka pemerintah buat lapisan bea keluar yang lebih tinggi," ujarnya. (rig)