JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengusulkan target penerimaan bea keluar dalam RAPBN 2026 senilai Rp42,56 triliun. Angka itu meroket 852% dibandingkan dengan target dalam APBN 2025 yang dipatok Rp4,47 triliun.
Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan target tersebut disusun salah satunya karena berkaca pada penerimaan bea keluar yang melonjak tajam, hasil dari ekspor konsentrat tembaga.
"Kemarin yang cukup besar ialah penerimaan kita dari bea keluar untuk konsentrat tembaga. Namun, sifatnya tidak permanen, terlebih ada hilirisasi. Jadi, sifatnya sementara [penerimaannya]," katanya, dikutip pada Minggu (17/8/2025).
Perlu diketahui, penerimaan bea keluar kerap kali bergantung pada fluktuasi harga komoditas. Dalam jangka pendek, penetapan target penerimaan bea keluar yang tinggi bisa membantu negara mendapat penerimaan jumbo karena ekspor bahan mentah masih terjadi.
Di sisi lain, Febrio menuturkan pemerintah bakal melanjutkan program hilirisasi tahun depan. Dengan demikian, Indonesia akan lebih banyak mengekspor barang jadi atau setengah jadi, bukan komoditas mentah.
Salah satu contohnya ialah hilirisasi konsentrat tembaga. Harapannya, industri atau smelter mampu menghasilkan komoditas turunan seperti katoda tembaga.
"Ke depan, kalau smelter sudah produksi secara full capacity, kita akan fokus untuk tembaga ini diproduksi menjadi katoda tembaga. Jadi, akan berpengaruh pada tidak ada lagi bea keluar yang sebesar itu," tutur Febrio.
Dalam semester I/2025, penerimaan bea keluar terealisasi Rp14,6 triliun, atau 327,6% dari target APBN 2025. Kemenkeu mencatat setoran bea keluar ini didorong kenaikan harga CPO dan dibukanya keran ekspor konsentrat tembaga.
Secara keseluruhan, pemerintah dalam RAPBN 2026 mengusulkan target penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp334,29 triliun. Cukai menyumbang Rp241,83 triliun, bea masuk Rp49,9 triliun, dan bea keluar sejumlah Rp42,56 triliun. (rig)