Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan resmi menetapkan pendirian bursa kripto di Indonesia. Disahkannya bursa kripto ini bertepatan dengan transisi pengelolaan dan pengawasan perdagangan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Bappebti Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko menjelaskan pembentukan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto dilakukan pada masa transisi UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) agar industri kripto Indonesia tetap berjalan dan terjaga dengan baik.
"Serta memberikan kontribusi bagi perekonomian melalui penerimaan negara," kata Didid dalam keterangan tertulisnya, dikutip pada Sabtu (21/7/2023).
Perlu diketahui, pemerintah juga telah lebih dulu menerbitkan aturan teknis mengenai pemajakan atas transaksi aset kripto. PMK 68/2022 mengatur pengenaan PPN atas penyerahan cryptocurrency sebesar 0,11% sejak Mei 2022. Tarif ini berlaku bila penyerahan dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Bappebti.
Sementara apabila penyerahan aset kripto dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPN yang dikenakan menjadi 0,22%.
Adapun penghasilan dari jual beli aset kripto, dikenai PPh Pasal 22 final. Jika penghasilan diperoleh dari penjualan aset kripto melalui exchanger terdaftar Bappebti, tarifnya hanya sebesar 0,1%.
Sedangkan jika penghasilan diperoleh dari penjualan melalui exchanger yang tak terdaftar Bappebti, tarif PPh Pasal 22 final naik menjadi 0,2%.
Bursa kripto ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023 tertanggal 17 Juli 2023 tentang Persetujuan Sebagai Bursa Berjangka Aset Kripto kepada PT Bursa Komoditi Nusantara. Menurut Didid, pembentukan bursa kripto akan membuat investasi kripto lebih berkepastian hukum.
"Pembentukan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut sebagai bukti pemerintah hadir dalam upaya menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto yang wajar dan adil untuk menjamin kepastian hukum dan mengutamakan perlindungan bagi masyarakat sebagai pelanggan," katanya.
Didid mengatakan pembentukan bursa kripto dilaksanakan melalui proses panjang serta sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Selain bursa kripto, Bappebti juga menerbitkan Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-LKBAK/07/2023 tentang Persetujuan sebagai Lembaga Kliring Berjangka untuk Penjaminan dan Penyelesaian Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto kepada PT Kliring Berjangka Indonesia.
Kemudian, dibentuk pula Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto melalui Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-PTPAK/07/2023 tentang Persetujuan sebagai Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto kepada PT Tennet Depository Indonesia.
Didid menyebut persetujuan sebagai bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto juga mengacu pada Peraturan Bappebti 2/2019 s.t.d.d Peraturan Bappebti 10 /2019 dan Peraturan Bappebti 8/2021. Dalam pengembangan dan penguatan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto, Bappebti tetap membutuhkan kolaborasi dari kementerian/lembaga terkait, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan.
Ke depan, industri dan perdagangan kripto diharapkan dapat terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan industri.
Perdagangan fisik aset kripto dinilai mengandung risiko yang cukup tinggi. Sesuai sifatnya, nilai aset kripto bisa mengalami peningkatan maupun penurunan nilai yang sangat drastis dalam waktu yang cepat.
"Untuk itu, diperlukan pemahaman yang baik di masyarakat termasuk manfaat, potensi, dan risiko dari perdagangan aset kripto," ujarnya.
Perkembangan perdagangan fisik aset kripto pada Juni 2023 tercatat penambahan pelanggan aset kripto sebanyak 141.800 pelanggan. Hal ini menunjukkan minat masyarakat untuk berinvestasi di perdagangan aset kripto terus tumbuh.
Hingga Juni 2023, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar sebanyak 17,54 juta pelanggan. Nilai transaksi perdagangan fisik aset kripto selama Juni 2023 mencapai Rp8,97 triliun atau naik 9,3% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Adapun total nilai transaksi periode Januari hingga Juni 2023 mencapai Rp66,44 triliun atau turun 68,65% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Didid, penurunan nilai transaksi tersebut disebabkan antara lain pasar kripto global yang mengalami penurunan volume perdagangan, potensi krisis likuiditas rendah yang berdampak negatif pada stabilitas harga dan efisiensi pasar, serta tekanan jual melonjak yang menyebabkan harga aset kripto terkoreksi. (sap)