Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 61/2023.
_x000D_JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memperbarui tata cara pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan yurisdiksi mitra seiring dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023.
PMK 61/2023 dirilis untuk mengakomodasi perubahan-perubahan pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) setelah berlakunya UU 7/2021 di antaranya terkait dengan pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan yurisdiksi mitra.
"Bantuan penagihan pajak adalah fasilitas bantuan penagihan pajak yang terdapat di dalam perjanjian internasional yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara resiprokal…," bunyi Pasal 1 angka 28 PMK 61/2023, dikutip pada Senin (19/6/2023).
Dalam Pasal 78 PMK 61/2023, ditegaskan menteri keuangan berwenang untuk melaksanakan bantuan penagihan pajak dengan yurisdiksi mitra. Bantuan penagihan itu meliputi permintaan dan pemberian bantuan kepada pejabat yang berwenang di yurisdiksi mitra.
Permintaan dan pemberian bantuan penagihan pajak dilaksanakan oleh dirjen pajak secara resiprokal berdasarkan perjanjian internasional, yaitu persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B), Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MAAC), atau perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
"Permintaan bantuan penagihan pajak dan pemberian bantuan penagihan pajak ... dilakukan dalam hal negara mitra atau yurisdiksi mitra memiliki ketentuan domestik yang mengatur mengenai pelaksanaan bantuan penagihan pajak secara resiprokal," bunyi Pasal 78 ayat (5) PMK 61/2023.
Dalam pelaksanaannya, dirjen pajak dapat mengajukan permintaan bantuan kepada pejabat di yurisdiksi mitra dalam rangka memperoleh pembayaran atas utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Setiap permintaan bantuan penagihan pajak dari DJP kepada yurisdiksi mitra harus memenuhi 5 kriteria. Pertama, hanya memuat 1 identitas penanggung pajak. Kedua, penanggung pajak berada di yurisdiksi mitra atau memiliki barang di yurisdiksi mitra.
Ketiga, utang pajak tidak sedang dalam sengketa atau telah memiliki kekuatan hukum tetap. Keempat, telah dilakukan penagihan di dalam negeri tetapi penanggung pajak tidak melunasi utangnya. Kelima, hak untuk menagih utang pajak masih belum daluwarsa.
Sementara itu, pemberian bantuan penagihan pajak oleh DJP kepada yurisdiksi mitra harus didasarkan pada klaim pajak yang diajukan oleh pejabat otoritas yang berwenang pada yurisdiksi mitra.
"Klaim pajak adalah instrumen legal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra sehubungan dengan permintaan bantuan penagihan pajak," bunyi Pasal 1 angka 31 PMK 61/2023.
Berdasarkan klaim yang diajukan oleh yurisdiksi mitra tersebut, DJP akan melakukan penelitian atas kesesuaian informasi dalam klaim pajak dan kriteria pemberian bantuan penagihan.
Bantuan penagihan diberikan bila klaim hanya memuat 1 identitas penanggung pajak, penanggung pajak berada di Indonesia atau memiliki barang di Indonesia yang dapat digunakan untuk membayar klaim.
Kemudian, nilai klaim memakai satuan mata uang rupiah, klaim ditandatangani pejabat yurisdiksi mitra, klaim tak dalam sengketa, klaim telah dilakukan tindakan penagihan berdasarkan kesepakatan, dan hak untuk melakukan penagihan pajak atas klaim masih belum daluwarsa.
PMK 61/2023 telah diundangkan pada 12 Juni 2023 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dengan berlakunya PMK 61/2023 maka KMK 85/2002, PMK 23/2006 dan PMK 189/2020 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (rig)