Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberikan solusi bagi wajib pajak yang melakukan kesalahan saat memotong PPh Pasal 23 sehingga menyebabkan kelebihan pemotongan pajak.
Penjelasan otoritas pajak tersebut merespons pertanyaan dari salah satu warganet di media sosial. DJP menyebut jika terjadi kesalahan pembayaran dan kekeliruan bukti potong maka pemotong harus melakukan pembetulan bukti potong (bupot).
“Silakan mengubah bukti potongnya kemudian melakukan pelaporan SPT-nya,” cuit DJP dalam akun Twitter @kring_pajak, Selasa (18/4/2023).
DJP menambahkan jika penyetoran telah dilakukan, tetapi SPT belum dilaporkan maka wajib pajak dalam mengajukan permohonan pemindahbukuan. Adapun ketentuan permohonan pemindahbukuan diatur dalam PMK 242/2014.
Selain itu, wajib pajak juga memiliki opsi lain yang bisa dilakukan berupa mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan PMK 187/2015 oleh pihak yang dipotong.
Dalam hal kelebihan potongnya sudah dikembalikan ke pihak yang dipotong dan pihak yang dipotong tidak mengajukan permohonan pengembalian maka pemotong dapat mengajukan permohonan pengembalian sesuai dengan PMK 187/2015.
Pemindahbukuan (Pbk) merupakan proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Proses pemindahbukuan ini dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak.
Kesalahan tersebut bisa terjadi baik dari sisi wajib pajak, bank persepsi, pegawai DJP, maupun pihak lain. Secara ringkas, proses Pbk dapat dilakukan di antaranya dari suatu masa pajak ke masa pajak lain atau antarjenis pajak.
Permohonan pemindahbukuan diajukan menggunakan surat permohonan pemindahbukuan. Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dipindahbukukan tersebut akan diterbitkan Bukti Pbk yang harus ditandatangani oleh kepala KPP. (rig)