Hadi Poernomo (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews—Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan (kini Kementerian Keuangan) kembali harus menelan pil pahit atas kekalahannya melawan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. Mahkamah Agung (MA) sepakat menolak Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan Itjen.
MA juga menghukum Itjen membayar biaya perkara Rp2,5 juta. Demikian putusan rapat Majelis Hakim pada Senin, 13 Agustus 2018, oleh M. Syarifuddin, Wakil Ketua MA sebagai Ketua Majelis, bersama-sama dengan dua hakim agung sebagai anggota, Irfan Fachruddin, dan Is Sudaryono.
Dengan penolakan PK itu, objek sengketanya yaitu Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi (LHA IBI) Itjen Nomor LAP-33/IJ.9/2010 tanggal 17 Juni 2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/ Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan dan Keberatan PT BCA, dinyatakan batal, tidak berlaku, cacat hukum dan tidak sah.
Putusan PK itu juga berarti, habisnya upaya hukum dari Itjen Kemenkeu, dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mempergunakan LHA IBI tersebut sebagai alat bukti utama guna menjerat Hadi Poernomo dalam kasus keberatan pajak PT BCA yang disangkakan kepadanya.
PK itu diawali dengan gugatan Hadi Poernomo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta, tapi tidak diterima pada 25 Januari 2015 dengan Nomor 176/G/2015/PTUN-JKT. Selanjutnya, Hadi banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), yang juga tidak diterima pada 14 Juni 2016 dengan Nomor 112/B/2016/PT.TUN.JKT.
Namun, pada kasasi berikutnya yang ajukan Hadi ke MA, dua putusan pengadilan sebelumnya itu dibatalkan pada 30 Desember 2016, dengan Nomor 482 K/TUN/2016. Setelah itu, giliran Itjen mengajukan PK, yang kemudian ditolak secara bulat pada 13 Agustus 2018 dengan Nomor 194 PK/TUN/2017.
Majelis hakim PK sepakat alasan yang digunakan pemohon PK (Itjen) tidak dapat dibenarkan, karena putusan kasasi MA (yang menerima permohonan Hadi Poernomo), telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan tidak terdapat kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata di dalamnya.
Justru, majelis hakim memperkuat putusan PK-nya dengan memperbaiki pertimbangan hakim MA, dengan 4 pertimbangan. Pertama, putusan judex facti (PTUN dan PTTUN), yang mempertimbangkan gugatan Penggugat (Hadi Poernomo) telah lewat waktu tidak dapat dibenarkan.
Pasalnya, Penggugat sebagai pihak yang tidak dituju baru mengetahui substansi objek sengketa (LHA IBI) yang dianggap merugikannya secara pasti sewaktu meminjam bukti objek sengketa pada Majelis Hakim Praperadilan dalam persidangan perkara No. 36/Pid/Prap/2015/PN.Jaksel tanggal 22 Mei 2015.
Sedangkan gugatan Penggugat diajukan pada 18 Agustus 2015. Dengan demikian, gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud Pasal 55 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Kedua, dalil Pemohon PK (Itjen, dahulu tergugat) yang mendalilkan bahwa gugatan salah subjek tidak dapat dibenarkan, karena objek sengketa (LHA IBI) diterbitkan berdasarkan Surat Tugas Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Nomor ST.332/IJ/2010 tanggal 18 Maret 2010.
Dengan demikian, tanggung gugat ada pada pemberi tugas in casu Inspektur Jenderal Kemenkeu RI sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) huruf a dan ayat (8) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ketiga, berdasarkan pertimbangan tersebut di atas serta pertimbangan Majelis Kasasi tentang unsur Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa, maka sudah cukup alasan hukum untuk menolak eksepsi Tergugat (Itjen).
Keempat, tindakan hukum Tergugat (Itjen) menerbitkan keputusan Objek Sengketa berupa LHA IBI cacat hukum, karena pemeriksaan/ audit pajak dan atau pemeriksaan/ audit investigasi terhadap Keputusan Keberatan PPh Tahun Pajak 1999 yang dilakukan Tergugat tahun 2010 telah kedaluwarsa.
Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pertimbangan terakhir ini telak karena tidak disebut sebelumnya dalam putusan kasasi. Atas putusan ini, belum ada komentar dari Itjen Kemenkeu. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.