JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (17/10), kabar datang dari Kementerian Keuangan yang memprediksi pelemahan nilai tukar rupiah akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini menuntun pemerintah untuk lebih keras lagi mengejar target pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 16% pada 2019.
Kabar lainnya datang dari Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang menyurati Menteri Keuangan dalam hal kebijakan pajak untuk menjual minyak ke PTÂ Pertamina.
Selain itu, kabar mengenai asumsi nilai tukar rupiah tahun 2019 yang dipatok Rp15.000 per dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya tetap disahkan oleh Badang Anggaran (Banggar) DPR, walaupun masih tampak beberapa keberatan dari sisi legislator.
Berikut ringkasannya:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi jika pertumbuhan ekonomi tumbuh 5% dan inflasi 3,5%, maka penerimaan pajak bisa tumbuh 8,5%. Tapi pemerintah merasa harus menetapkan kenaikan 16% pada penerimaan pajak. Untuk itu, dia mengaku harus ada ekstra effort dalam mengejar target ini pada tahun depan. Kendati demikian, menurutnya pemerintah bisa menentukan penerimaan pajak yang cukup kredibel, ambisius, tapi tidak mencekik perekonomian.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menjelaskan kebijakan pajak untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang menjual produksi minyak kepada PT Pertamina masih belum ditetapkan, karena menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan. Salah satu alternatif yang diusulkan adalah pajak final untuk KKKS yang dikenakan langsung saat wajib pajak menerima penghasilan.
Anggota Banggar dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Abdul Hakim Naja menyatakan permintaan perubahan asumsi nilai tukar rupiah ini sangat mendadak, bahkan pemerintah juga tidak memberikan alasan yang komprehensif. Menurutnya pemerintah hanya melantunkan perubahan itu tanpa memberikan bukti yang otentik, begitu juga dengan Bank Indonesia yang tidak menunjukkan data tertulis. Dia menilai perubahan semacam ini harus ada rujukannya sehingga bisa dianalisis bersama-sama.
Anggota Banggar dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Muharam merasa keberatan dengan persetujuan perubahan asumsi nilai tukar rupiah tahun 2019. Menurutnya hal ini melanggar regulasi terkait pembahasan RAPBN. Karena pembahasan perubahan nilai tukar seharusnya berada di Komisi XI, bukan di Banggar. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.