JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (26/2) kabar datang dari pemerintah yang kembali mengubah aturan teknis tentang akses informasi keuangan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.19/PMK.03/2018, yang merupakan perubahan kedua PMK No.70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Salah satu perubahan dalam beleid itu adalah perubahan kata 'dimiliki' menjadi 'dipegang' mengenai prosedur identifikasi rekening keuangan. Perubahan itu muncul seiring dengan penegasan status kontrak investasi kolektif dalam aturan yang dipersiapkan sebagai regulasi sekunder terkait pengimplementasian automatic exchange of information (AEoI).
(Baca:Â Berubah Lagi, Begini Pokok-pokok Terbaru Juknis AEoI)
Dalam hal ini, otoritas pajak juga bisa memperoleh data keuangan dari lembaga jasa keuangan yang mencakup lebih dari satu rekening. Dalam Pasal 7 beleid itu dijelaskan, rekening keuangan yang wajib dilaporkan adalah rekening keuangan yang telah teridentifikasi dan dipegang oleh (held by) satu atau lebih orang pribadi atau entias yang wajib dilaporkan.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan latar belakang perubahan ini adalah untuk lebih menyelaraskan PMK dengan common reporting standard (CRS) terutama menyangkut beberapa terminologi dan definisi, misalnya rekening yang wajib dilaporkan, orang pribadi yang wajib dilaporkan, dan entitas yang wajib dilaporkan. Termasuk mengubah terminologi 'dimiliki oleh' menjadi 'dipegang oleh'.
Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiaji menjelaskan dengan berbagai perubahan beleid tersebut, dalam konteks kerja sama transparansi global dan pertukaran informasi terdapat penambahan agenda yang tidak hanya mencakup identitas dan legal ownership dari informasi keuangan. Saat ini kerja sama itu sudah memasuki tahap berikutnya yang juga mencakup standar ketersediaan informasi atas beneficial ownership.
Standar informasi ini merupakan standar yang didesain oleh Financial Action Task Force on Money Laundering sebagai cara melawan perusahaan cangkang yang anonim maupun legal arrangement yang sengaja dibuat untuk menyembunyikan identitas pemiliki rekening keuangan. Menurutnya, pemiliki legal suatu rekening bisa jadi bukanlah pihak pengendali yang sejatinya memperoleh manfaat.
Kabar lainnya mengenai pemerintah yang perlu mencermati penerimaan pajak dari sektoral. Berikut ringkasannya:
Pemerintah diharapkan dapat menyisir sektor yang kurang kepatuhan pajaknya, karena masih banyaknya potensi penerimaan pajak yang hilang. Ekonom Indef Bhima Yushistira menyebutkan beberapa sektor yang kurang patuh tersebut adalah pertambangan dan pertanian. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sektor pertambangan berkontribusi 8,2% terhadap produk domestik bruto (PDB), tetapi kontribusi terhadap penerimaan pajaknya hanya 5,3%. Sementara itu, sektor pertanian berkontribusi 13,8% terhadap PDB, tetapi hanya berkontribusi 1,7% terhadap penerimaan pajak. Sektor lain yang mengalami ketimpangan terhadap PDB dan penerimaan pajak adalah konstruksi, komunikasi dan informasi, transportasi, dan real estat.
Ditjen Pajak mencatat realisasi penerimaan pajak satu bulan pertama tahun ini sebesar Rp78,94 triliun, tumbuh 11,17% dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski membawa angin segar, pertumbuhan tersebut belum memberi jaminan kinerja pajak 2018 mencapai target. Apalagi Ditjen Pajak masih mengkhawatirkan risiko pelemahan penerimaan pajak dalam jangka pendek, khususnya yang terjadi pada PPN. Dalam laporan pencapaian APBN Januari 2018, Kemenkeu menyatakan risiko tersebut berupa restitusi bagi pelaku ekspor.
Risiko itu terjadi seiring dengan tingginya pertumbuhan nilai ekpor pada triwulan IV 2017 yang mencapai 13,4% secara year-on-year. Pertumbuhan ini tertinggi sejak 2015. Dengan pertumbuhan itu nilai restitusi pajak tahun 2017 diperkirakan akan mencapai lebih dari Rp100 triliun. Jumlah itu naik dari tahun 2016 yang hanya Rp95 triliun. Direktur Potensi, Kepatuham, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal menyatakan kenaikan ekspor memang berimplikasi pada pertumbuhan restitusi pajak. Untuk itu, Ditjen Pajak akan meminimalisir efek tersebut.
Pemerintah mempercepat penyerapan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 pada awal tahun demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 5,4%. Realisasi belanja modal pemerintah sampai 31 Januari 2018 sebesar Rp1 triliun, walau kecil tapi nilainya naik 71,6% dari periode yang sama tahun lalu. Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kemenkeu Kunta Wibawa Dasa Nugraha berharap realisasi belanja modal pemerintah akan semakin cepat mulai Februari 2018. Pasalnya, semua instansi sudah gencar menggunakan anggaran di awal tahun. Sayangnya, pihak swasta masih belum menunjukkan geliatnya. Gubernur BI Sugeng menyebut pertumbuhan kredit pada Januari tahun ini hanya 7% year-on-year, tumbuh melambat dibanding Januari 2017 yang sebesar 8,2%.
Beberapa pakar menaruh harapan kepada Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo untuk bisa menggerakan BI seusai masa pensiun Agus D.W. Martowardojo. Perry merupakan kandidat terpilih di antara nama-nama yang ditunjuk Presiden RI Joko Widodo dari beberapa nama kandidat lainnya. Direktur Center for Reform in Economics Piter Abdullah mengakui BI masih belum beroperasi secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya era kepemimpinan Agus. Menurutnya BI justru masih belum bertumbuh lebih baik sejauh ini, sehingga Presiden Jokowi menunjuk Perry.
Stabilitas akan sia-sia tanpa pertumbuhan. Piter mengakui Indonesia butuh seseorang yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 6%, bahkan jika memungkinkan diiringi dengan menjaga stabilitas perekonomiannya. Pimpinan bank sentral harus kompeten dalam melakukan manuver untuk menjaga kedua hal tersebut.(Amu)
Â