JAKARTA, DDTCNews – Setelah sebelumnya memilih diam, Ditjen Pajak (DJP) akhirnya memberikan pernyataan tentang maraknya pemeriksaan bukti permulaan (bukper) yang dinilai telah meresahkan.
Pernyataan berupa klarifikasi tersebut disampaikan oleh sejumlah pejabat tinggi DJP dalam konferensi pers mendadak sore tadi di kantor pusat DJP, Jakarta, Jumat (27/10).
Menariknya, dalam konferensi pers itu Direktur Penegakan Hukum DJP yang terkait langsung dengan pemeriksaan bukper malah tidak hadir, seiring berembusnya isu yang bersangkutan mundur.
Dalam konferensi pers tersebut, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan pemeriksaan bukper bukan ditujukan untuk menakut-nakuti wajib pajak. Upaya tersebut merupakan salah satu bentuk penegakan hukum untuk mengejar kepatuhan dan penerimaan pajak.
“DJP menakut-nakuti dengan membatalkan bukper itu tidak benar. Bukper tidak dibatalkan, tetapi diselesaikan, karena bukper ini cara penyelesaiannya ada dua,” ujarnya.
Dia menjelaskan, penyelesaian bukper dilakukan dengan dua cara, Pertama, dilanjutkan ke tahap penyidikan jika ada tindak pidana di bidang perpajakan. Kedua, sesuai Pasal 8 ayat 3 UU KUP, wajib pajak membetulkan sendiri, mengakui kebenarannya dan menyampaikan ke penyidik.
“Jika dengan membetulkan sendiri, itu tidak ada produk SKP. Tapi di satu sisi kalau orang sudah memeriksa dan sudah terbit SKP, maka SKP harus dibayar dan bukpernya diselesaikan,” katanya.
Ken menegaskan hal itu bukan berarti wajib pajak membayar dua kali atas penagihan tersebut. Selain itu, untuk yang ikut tax amnesty, pemeriksaan juga hanya dilakukan untuk tahun pajak 2016 ke atas.
Ken mengklaim penerbitan bukper sudah direncanakan sebelumnya dan selanjutnya akan diselesaikan di tingkat kanwil. Bukper yang dilanjutkan ke tahap penyidikan hanya untuk pemilik faktur yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya seperti faktur fiktif.
“Wajib pajak akan lebih bayar dari yang seharusnya tidak lebih bayar, dan ini kami bukper. Kami masih beri kesempatan pada pengguna untuk benarkan laporannya, tapi tidak untuk penerbit faktur.” (Gfa)