JAKARTA, DDTCNews – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pengenaan bea masuk dan pajak terhadap barang bawaan penumpang dari luar negeri merupakan kebijakan untuk menerapkan aspek keadilan, karena sudah ada nilai batasan yang diatur dalam peraturan.
Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Indonesia Herman Juwono mengatakan seluruh kebijakan itu sebenarnya dianggap enteng saja. Menurutnya dengan sudah adanya kebijakan yang mengatur hal tersebut maka setiap masyarakat harus sadar hal itu demi pendapatan negara.
“Sebetulnya hal ini enggak perlu diviralkan ya. Tapi seharusnya peraturan ini lebih disosialisasikan kepada seluruh masyarakat, petugas dan tentunya para penumpang atau pelancong sebelum pergi ke luar negeri, sehingga agar seluruhnya sadar adanya peraturan itu,” ujarnya di Hotel Ibis Jakarta, Rabu (27/9).
Dia menegaskan pemerintah harus bisa semakin melaksanakan law enforcement mengenai batasan nilai barang seharga US$250 untuk penumpang perorangan dan US$1.000 untuk penumpang per keluarga (4 orang) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 188 tahun 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.
Menurutnya pemerintah tidak perlu terlalu jauh memikirkan nilai batasan atau treshold atas barang bawaan yang dibebaskan bea masuk maupun pajak. Namun, pemerintah harus lebih memprioritaskan pelaksanaan law enforcement PMK 188/2010.
“Kalau saya beli tas mahal, sebetulnya ya oke-oke saja dong, kalau punya duit. Saya rasa law enforcement dulu sajalah, dibanding memikirkan penyesuaian treshold itu, meskipun saya setuju kajian lebih detil memang harus dipikirkan,” paparnya.
Di samping itu, Herman mengakui masih ada beberapa kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut dengan menganggap batasan nilai barang bawaan penumpang masih perlu ditingkatkan beberapa kali lipat.
“Keseimbangan antara wajib pajak atau penumpang dengan pemerintah harus ada soal ini, meski ada beberapa yang tidak suka dengan kebijakan itu. Tapi kebijakan itu kan sudah lama, jadi karena terlanjut diviralkan maka api yang sudah padam tapi dikorek sehingga jadi api lagi,” pungkasnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.