MANILA, DDTCNews – Pemerintah Filipina berencana akan menaikkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Ini adalah cara terbaik untuk menambal penerimaan negara yang hilang akibat penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi sebelumnya.
Sekretaris Menteri Keuangan Carlos Dominguez mengatakan keputusan menaikkan pajak bahan bakar adalah pilihan yang paling masuk akal yang bisa pemerintah ambil saat ini.
“Sudah lama pajak bahan bakar tidak mengalami perubahan. Tarifnya pun tergolong rendah, harganya saja minggu lalu jatuh menjadi USD$10 atau Rp132 ribu per barel,” katanya, hari ini (14/9).
Usulan kenaikan ini adalah bagian dari reformasi pajak yang akan dieksekusi tahun depan oleh presiden Filipina yang baru. Kebijakan ini menjadi tambalan penerimaan setelah adanya keputusan untuk menurunkan tarif PPh orang pribadi dari 32% menjadi 25%.
Pemerintah mengestimasi akan kehilangan penerimaan sebanyak ₱139 miliar atau senilai Rp38,6 triliun setiap tahunnya. Namun, dengan kenaikan pajak bahan bakar ini, pemerintah memproyeksikan penerimaan negara sebagai berikut.
Pada tahun 2017, setoran ke kas negara yang masuk dari pajak bahan bakar adalah sebesar ₱130,1 miliar atau setara Rp36,1 triliun. Lalu, pada tahun 2018 sebesar ₱158 miliar atau Rp44,1 triliun. Kemudian, pada tahun 2022 meningkat hampir dua kali lipat menjadi ₱249 miliar atau setara Rp69,2 triliun.
Jika lolos dalam kongres, rencananya pemerintah akan menaikkan pajak terhadap bahan bakar bensin setiap liternya dari ₱4,35 menjadi ₱10 atau setara Rp2.779 pada tahun depan, lalu menjadi ₱10,4 atau Rp2.890 pada tahun 2018 dan naik menjadi ₱12,17 atau setara Rp3.383 pada tahun 2022.
Untuk diesel yang sebelumnya memiliki tarif 0 persen, akan dikenakan pajak sebesar ₱6 atau Rp1.670 di tahun 2017, lalu meningkat menjadi ₱6,24 atau Rp1.736 di tahun 2018 dan meningkat lagi hingga ₱7,3 atau Rp2.031 di tahun 2022.
Selain dengan menaikkan pajak bahan bakar, pemerintah akan memperluas basis pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan membatasi pemberian insentif terhadap bahan makanan mentah dan kebutuhan mendasar lainnya seperti pendidikan dan kesehatan.
Kabarnya, seperti dilansir Inquirer, pemerintah berencana memungut ₱5 atau sekitar Rp1.400 untuk setiap kilogram produk yang mengandung gula. (Gfa)